Setiap orang yang beriman pasti menyadari bahwa kehidupan di muka bumi ini bukanlah tanpa batasan waktu. Setiap orang menjalani kehidupa...
Setiap orang yang beriman pasti menyadari
bahwa kehidupan di muka bumi ini bukanlah tanpa batasan waktu. Setiap orang
menjalani kehidupan sesuai “kontraknya” masing-masing dalam batas waktu yang
telah ditetapkan oleh Allah SWT. Umur manusia berbeda satu dengan lainnya,
begitu pun amal dan perbuatannya. Setiap mukmin akan menyadari bahwa ia tidak
akan selamanya hidup dan tinggal di dunia ini. Bahwa keberadaannya di alam ini
hakikatnya sedang menempuh proses perjalanan panjang menuju kehidupan akhirat
yang kekal dan hakiki. Sikap yang demikian sungguh sangat berbeda dan bertolak
belakang dengan sikap orang-orang yang hakikatnya tidak beriman. Sebagaimana
hal ini disinggung dalam firman Allah SWT: “Akan tetapi kalian
(orang-orang yang ingkar) justeru lebih memilih kehidupan dunia. Padahal sungguh kehidupan akhirat itu jauh lebih baik dan kekal.
(QS. al-A’la: 16-17).
Pembaca yang dimuliakan Allah,
Ada beberapa hal yang sering manusia
lupakan, di antaranya pertanyaan: Kenapa manusia diciptakan? Apa kepentingan
dan tugas mereka dalam kehidupan ini? Sering sekali manusia melupakan
pertanyaan-pertanyaan ini sehingga mereka hidup dalam penuh kelalaian, hidup
hanya dipergunakan untuk bersenang-senang, makan, minum, dan
kesenangan-kesenangan lain yang bersifat dunia. Mereka sama sekali tidak
memikirkan tentang proses kejadian dirinya. Sehingga ketika ajal menjemputnya,
penyesalanlah yang menghinggapinya di mana saat itu penyesalan sudah tidak
berarti lagi.
Dari sinilah perlunya iman yang kuat dalam
diri kita supaya kita dapat berhati-hati dengan waktu. Pandai-pandailah
memanfaatkannya. Ingatlah! Hari-hari kita jangan dilewati begitu saja tanpa hal
yang bermanfaat dan bernilai positif. Sesaat demi sesaat, semua berlalu begitu
cepatnya. Begitulah, diri kita berpindah dari pagi ke petang dan dari petang
hingga pagi kembali. Apakah kita pernah bermuhasabah (introspeksi)
terhadap diri kita sendiri? Sehingga kita bisa melihat lembaran-lembaran
hari-hari kita dengan amal apa kita membukanya dan dengan amal apa pula kita
menutupnya?
Ada sebuah pepatah berbunyi “Time is money”,“al-waktu ka al-saif”. Waktu adalah
uang, waktu adalah pedang, waktu adalah perjalanan yang tidak akan pernah
kembali. Itulah ungkapan yang sering kita dengar untuk menghargai waktu. Waktu
adalah kehidupan. Tidak ada yang lebih berharga dalam kehidupan ini setelah
iman selain “waktu”. Waktu adalah benda yang paling berharga dalam kehidupan
seorang muslim. Ia tidak dapat ditukar oleh apapun. Ia juga tidak dapat kembali
jika sudah pergi. Sungguh sangat merugi orang yang menyia-nyiakan waktunya.
Firman Allah: “Demi masa. Sesungguhnya
manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasehat
menasehati dalam kesabaran.(Q.S Al-‘Ashr:1-3).
Dalam Islam, waktu bukan hanya sekadar
lebih berharga dari pada emas. Atau seperti pepatah Inggris yang
menyatakan time is money. Lebih dari itu,
waktu dalam Islam adalah “kehidupan”, al-waqtu huwa al-hayah,
demikian kata AS-Syahid Hasan Al-Banna.
Pembaca buletin Rahimakumullah
Dalam peribahasa orang barat “the time is money”, waktu adalah uang. Orang-orang
arab sendiri mengibaratkan “al-waqtu kas-saif”,
waktu itu ibarat pedang.
Nampaknya dari pengibaratan waktu di atas,
kita bisa mengambil kesimpulan bahwa waktu adalah sesuatu yang sangat berharga.
Orang-orang barat yang selalu mengejar kehidupan duniawi mengibaratkan waktu
adalah uang karena mereka merasa jika kehilangan satu detik saja maka uang akan
melayang.
Sedangkan orang arab yang memang dari
sebelum Islam datang pun sudah amat suka bersyair, maka lahirlah peribahasa
waktu yang diibaratkan seperti pedang. Satu sisi pedang bisa menyelamatkan
nyawa seseorang, tapi di lain waktu ia bisa sangat berbahaya bahkan bisa
mengakibatkan kematian itu sendiri.
Adapun pepatah yang mengatakan bahwa waktu
lebih berharga daripada uang, karena sejatinya uang adalah harta dunia yang
bisa dicari. Sedangkan waktu adalah karunia Allah SWT yang tidak bisa dicari
bahkan untuk mengembalikan satu detik yang telah kita lewati pun adalah sesuatu
yang sangat mustahil bisa terjadi.
Kehidupan duniawi memang dihiasi berbagai
kesenangan, sehingga dengan kesenangan yang bersifat sementara tersebut membuat
manusia sering terlena dan lupa waktu. Bahkan tidak jarang banyak waktu yang
terbuang hanya untuk menikmati kehidupan duniawi semata tanpa berpikir bahwa
dirinya kelak akan menghadap ke hadirat Sang Maha Pencipta untuk mempertanggung
jawabkan semua amalan perbuatannya selama hidup di dunia. Maka kenapa kita
harus terlena dengan kehidupan dunia?
Ingatlah, kematian adalah suatu peristiwa
yang pasti terjadi pada semua makhluk hidup sebagai tanda habisnya masa kontrak
di dunia.
Firman Allah surat Ali-Imran ayat 185.
“ Setiap makhluk (berjiwa) pasti mengalami
kematian.” (Q.S Ali Imron : 185)
Dunia ini adalah tempat berbuat dan
berbuat, tempat untuk berusaha dan bekerja, tempat untuk melakukan perbuatan
baik dan meninggalkan perbuatan jahat. Tempat untuk mencari bekal untuk
kehidupan akhirat kelak. Firman Allah:
“Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.” (Q.S Al Qashash : 77)
Pembaca buletin yang dimuliakan oleh Allah
SWT
Supaya manusia termotivasi untuk bisa
memanfaatkan waktunya dengan sebaik-baiknya, ada tiga pertanyaan mendasar
mengenai keberadaan dan tujuan manusia di dunia ini dan pertanyaan itu berlaku
sepanjang masa. Tiga pertanyaan tersebut akan membekas dalam hati manusia jika
ia menjawabnya dengan penuh perenungan.
Pertanyaan pertama, darimana kita berasal? Pertanyaan ini adalah
merupakan simpul akidah, yang menurut kaum materialis mereka tidak
mempercayainya. Mereka menganggap bahwa dunia dan isinya ini muncul dengan
sendirinya. Sedangkan bagi orang yang beriman, pertanyaan ini akan
memberi atsar yang kuat baginya. Pertanyaan ini akan
mengingatkannya bahwa dia hanyalah makhluk yang tidak sempurna, makhluk yang
hina yang tidak pantas untuk menyombongkan diri. Makhluk yang tidak mampu
apa-apa kecuali Allah yang menghendakinya.
Pertanyaan kedua, untuk apa kita diciptakan? Pertanyaan ini merupakan
pertanyaan yang wajib dijawab oleh setiap orang setelah mengetahui bahwa ia di
dunia ini hanyalah makhluk bagi Allah dan makhluk yang dipelihara oleh Allah
Sang Pemelihara alam ini. Yaitu melalui penjabaran: untuk apa manusia
diciptakan? Kenapa manusia diberi keistimewaan yang lebih dibanding makhluk
yang lain? Dan apa kepentingan mereka di atas bumi ini? Perlu diketahui, bahwa
manusia diciptakan di dunia ini dengan berbagai kelebihannya, bukan hanya
sekedar untuk memenuhi hawa nafsu belaka, tapi Allah jadikan manusia di muka
bumi ini adalah sebagai khalifah, sebagaimana firman-Nya:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Allah
berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.” (Al
Baqarah : 30)
Hal pertama yang harus diketahui manusia
sebagai khalifah di muka bumi adalah mengenal Allah dengan benar dan
menyembah-Nya dengan sebenar-benar penyembahan. Karena manusia diciptakan di
muka bumi sebagai khalifah adalah untuk beribadah hanya kepada Allah.
Sebagaimana ditegaskan dalam Firman Nya: ”Dan Aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(Q.S Adz-Dzariyat 56)
Pertanyaan Ketiga, kemanakah tujuan kita? Pertanyaan ketiga ini bagi
kaum materialis, mereka memberikan suatu jawaban. Tetapi hal itu justru
menurunkan martabat kemuliaan manusia menempati kedudukan binatang.
Mengenai tempat kembali manusia setelah
menjalani kehidupan bermasyarakat, dengan sederhana sekali mereka mengatakan:
secara mutlak manusia akan hancur dan binasa. Mereka dilipat oleh bumi
sebagaimana penguburan bermilyar binatang dan makhluk lainnya di dalam perut
bumi. Jasad ini akan kembali ke unsur-unsur penciptaannya yang pertama. Jadi,
mereka akan kembali menjadi debu yang diterbangkan oleh angin.
Begitulah cerita kehidupan manusia menurut
mereka. Tiada keabadian dan pembalasan, tiada perbedaan antara yang berbuat
baik dan yang berlaku jahat. Berbeda dengan orang mukmin, tentu mereka sudah
mengerti ke mana tujuan mereka pergi. Mereka menyadari bahwa dunia ini hanya
sesaat.
Dari tiga pertanyaan di atas, jika
seseorang bisa merenungkannya dengan penuh penghayatan, maka ia akan menjadi
seseorang yang rajin dan bisa memanfaatkan waktunya dengan baik. Sehingga tidak
akan timbul penyesalan di kemudian hari.
Pembaca buletin yang berbahagia,
Salah satu yang sering dilalaikan oleh
manusia adalah waktu luang. Di mana manusia memiliki jeda dalam rumitnya
aktivitas sehari-sehari. Orang sesibuk apapun bekerja baik di kantor, sekolah,
pabrik, pasar, ladang, sawah dan sebagainya, pastilah mempunyai waktu luang di
tengah-tengah kesibukannya. Dan dari waktu luangnyalah manusia membangun
kerangka sejati mengenai dirinya.
Orang-orang yang tidak punya kegiatan
dalam hidupnya berpotensi sekali untuk melakukan pergunjingan dan gosip. Kosong
tanpa kegiatan sama saja dengan mobil yang didorong. Jalan sendiri di sebuah
jalan menurun. Jadilah mobil itu menabrak ke sana ke mari tanpa tujuan.
Manakala suatu hari kita mengalami kekosongan dalam hidup, bersiap-siaplah
untuk menyambut datangnya kesedihan, kesusahan, dan ketakutan. Sesungguhnya
kekosongan kita akan membuka semua arsip masa lalu, masa kini, dan masa depan
dari panggung kehidupan sehingga kita berada dalam kondisi yang rumit.
Maka dari itu, mari kita isi kekosongan
yang mematikan ini dengan melakukan kegiatan yang membuahkan hasil dan
bermanfa’at. Kekosongan itu ibarat seorang pencopet yang sedang menunggu
mangsanya. Begitu kita mengalami kekosongan, maka saat itu juga kita akan
diserang gempuran ilusi dari angan-angan dan saat itulah akan hilang seluruh
diri kita.
Oleh karena itu, marilah kita bangkit
mulai dari sekarang untuk mengisi kehidupan ini dengan berbagai kegiatan
positif. Seperti ibadah, membaca, bertasbih, menelaah sebuah buku, menulis,
merapikan meja kerja, atau memberi hal yang berguna bagi orang lain. Maka insya
Allah kebahagiaan akan kita peroleh. Apa yang harus dilakukan? Membaca
merupakan salah satu jawabannya. Baik itu membaca Alquran, kitab-kitab hadits,
buku-buku ilmu pengetahuan dan motivasi, sampai membaca situasi kehidupan di
sekeliling kita. Sehingga dengan begitu, waktu luang tidak akan terlewati
dengan percuma.
Mari renungkan, orang-orang yang telah
mendahului kita begitu antusiasnya terhadap buku dan begitu efektifnya mereka
memanfaatkan waktu. Maka sudah sepantasnya kita yang hidup di dunia serba
modern ini di mana buku-buku sudah tersebar merata bahkan di internet pun
dengan mudah kita bisa mengakses berbagai ilmu pengetahuan. Maka patutkah kita
berdiam diri membiarkan waktu luang kita berlalu begitu saja?