Pembaca buletin Hidayah yang dirahmati oleh Allah SWT, Hari Raya Idul Adha memberikan banyak pelajaran bagi umat Muslimin bagi mereka yan...
Pembaca buletin Hidayah yang dirahmati oleh Allah SWT,
Hari Raya Idul Adha memberikan banyak pelajaran bagi umat Muslimin bagi mereka
yang berpikir. Dari pelajaran keikhlasan hingga pelajaran sosial yang syarat
makna di dalamnya. Keikhlasan wujud nyata kecintaan kita kedapaAllah SWT,
sedangkan pelajaran sosial memberikan hikmah dari hakikat berbagi dan memberi.
Namun, satu hal yang sangat mendalam adalah pelajaran
kesabaran dari kisah keluarga Nabi Ibrahim. Mereka memberikan teladan yang
sangat dahsyat bagi setiap rumah tangga Muslim dalam menjalani problematika
rumah tangga. Serentetan ujian yang bergulir tiada henti dalam kehidupannya.
Namun semua itu tidak menjadikan bahtera rumah tangganya goncang bahkan semakin
bertambah kuat perkasa.
Sekian tahun lamanya keluarga Ibrahim menanti sang
buah hati. Telah banyak linangan air mata dalam doanya untuk di karuniai
seorang putra sebagai penerus perjuangannya. Ketika sang buah hati telah hadir
dan merekah dalam hatinya, maka Allah hendak menguji keimanan nabi Ibrahim
dengan sang buah hatinya. Allah berfirman dalam al-Qur’an.
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup)
berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Hai anakku sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!’
Ia menjawab: ‘Wahai ayahanda, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu;
insya Allah Engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar’.” (QS.
Ash-Shaffat: 102)
Siapapun pasti akan merasa berduka ketika buah hatinya
sakit dan terluka. Apalagi anak semata wayang yang sekian tahun dinanti
kehadirannya diperintahkan untuk disembelih sebagai bukti keimanannya. Meski
demikian Nabi Ibrahim yakin bahwa mimpi yang dialaminya adalah wahyu dari Allah
bukan sekedar halusinasi dan bisikan setan. Akhirnya iapun bertekad
melaksanakan perintah Allah tersebut bersama anaknya.
Kebersamaan Ibrahim dan Ismail dalam Menjalankan
Perintah Allah
Setelah Nabi Ibrahim mengetahui bahwa hal tersebut
adalah wahyu dari Allah, maka segera ia kabarkan kepada Ismail putranya
tercinta seraya meminta pendapatnya. Sungguh dia seorang anak yang berbakti
pada orang tuanya. Begitu juga santun akhlak dan budi pekertinya.
Ketika mendengar hal tersebut adalah wahyu Allah yang
disampaikan pada ayahnya tercinta, maka ia tidak lagi berpikir panjang
memberikan jawaban untuk melaksanakan perintah Allah. Isma’il yang masih belia
itu dengan tegas mengatakan pada ayahnya.
“Wahai ayahanda, kerjakanlah apa yang diperintahkan
Allah kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang
sabar.”
Subhanallah… Iman setebal apakah yang menghiasi
keluarga Nabi Ibrahim hingga ujian seberat itu dihadapi dengan penuh kesabaran?
Kita benar-benar terheran dan takjub dengan keduanya yang bertekad kuat
bersama-sama melaksanakan perintah Allah meskipun seolah tak tertahankan oleh
jiwa.
Begitulah ketika orang tua tulus berdoa kepada Allah
untuk anaknya kemudian mendidik dengan ajaran-ajaran tauhid maka anak akan
tumbuh dengan pribadi shalih yang berbakti pada orang tuanya.
Kisah Penyembelihan
Tak terbayangkan suasana tatkala Nabi Ibrahim hendak
melaksanakan perintah Allah. Haru-biru dan menegangkan bergejolak dalam jiwa
sang ayah yang begitu cinta pada anak semata wayangnya. Keraguan pun terkadang
menggelayuti di dalam benak Ibrahim.
Namun setiap setan kali datang menghampiri segera ia
tepis dan meminta perlindungan kepada Allah. Ibrahim dan Isrnail pun berserah
diri, Kecintaan Ibrahim pada Allah telah mengalahkan kecintaan pada anaknya.
Begitu juga kecintaan Ismail pada Allah mengalahkan
kecintaan pada dirinya sehingga rela mengorbankan nyawanya. Maka dimulailah
pelaksaan perintah Allah sebagaimana firman-Nya: “Tatkala keduanya telah
berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, nyatalah
kesabaran keduanya. “(QS. ash-Shoffat:103)
Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat ini, “Ia
(Ibrahim) telungkupkan ke tanah untuk disembelih dari arah tengkuknya tanpa
melihat wajahnya saat disembelih agar lebih ringan bagi perasaannya.”
Ketika telah sempurna merebahkan putranya dan mata
pisau mulai dipancangkan untuk di ayurikan ke leher Ismail. Saat itu Allah
mengetahui kejujuran Ibrahim dan Ismail. Allah berfirman memuji Ibrahim.
“Dan Kami panggillah dia: ‘Hai Ibrohim, sesungguhnya
kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik’. ” (QS. ash Shaffat: 104-105)
Akhirnya Allah pun menjadikan jalan keluar dari ujian
mereka berdua. Allah ganti Ismail dengan seekor sembelihan yang besar. Allah
berfirman, “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami
tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS.
ash-Shaffat:104-105)
Haru biru telah memenuhi ruang hati Ibrahim dan
Ismail. Perasaan gemuruh telah berubah menjadi samudra kebahagian. Gelombang
ujian yang begitu dahsyat telah pecah dengan tekad mereka yang tegar bagai
karang di tengah lautan. Tak pernah goyang meskipun diterjang kuatnya badai dan
gelombang.
Sungguh kisah mereka teladan abadi keluarga muslim
sepanjang zaman.
Pelajaran dari Kisah Ismail bagi Seorang Muslim
Dalam kisah Ismail banyak sekali terdapat ibrah dan
nasihat yang dapat dijadikan oleh para da’i sebagai topik dakwah di seluruh
lini masyarakat, diantara ibrah dan nasihat yang bisa kita petik dari kisah
Nabi Ismail adalah:
- Mengikat diri dalam perintah Allah dan segala perintah-Nya bukanlah
dalam rangka menzholimi dan menyusahkan seorang hamba.
- Ismail adalah suri tauladan bagi pemuda muslim dalam berbakti pada
orang tua terlebih ketaatannya kepada perintah Allah.
- Menghilangkan lara kesedihan dengan taat pada Allah. Itulah obat
mujarab. Barangsiapa yang bersedih hati hendaklah mendekatkan diri pada
Allah dengan ketaatan.
- Cobaan Allah terhadap hamba-hamba-Nya yang mukmin menunjukkan bukti
kecintaan Allah. Ketika Allah menguji hamba-Nya hakikatnya Dia sedang
mencintainya.
- Berhias dengan akhlak yang Islami yaitu dengan senantiasa menepati
janji dan berhusnuzhon kepada Allah.
- Memenuhi hak keluarga seperti bermusyawarah kepada anak ketika hendak
mengerjakan suatu perkara yang berkaitan dengannya begitu juga kebersamaan
dalam melaksanakan perintah Allah.
- Tidak boleh bermaksiat kepada Allah dengan alasan memenuhi hak
keluarga.
- Perintah berkorban kepada Allah dengan harta dan jiwa. Dan dari kisah
Nabi Ibrahim dan Ismail di syariatkan bagi umat islam berkurban dengan
menyembelih kambing.
- Kesabaran dan tekad yang kuat dalam menjalankan perintah Allah
membuahkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
- Hendaknya bagi seorang Muslim senantiasa menepis dan membuang keraguan
dan bisikan setan ketika hendak menjalankan ketaatan kepada Allah
Pembaca buletin Hidayah, demikian beberapa hikmah dari
kisah Ibrahim dan Ismail dalam kehidupan seorang Muslim. Sungguh kalau kita mau
menggali masih banyak sekali hikmah yag terkandung di dalamnya. Semoga kisah di
atas memberikan gambaran yang nyata dan gamblang dalam tatanan kehidupan rumah
tangga dan bermasyarakat. Wallahu a’lam bishawab. (MM)