Pembaca buletin Hidayah yang dirahmati oleh Allah SWT, s ifat dengki atau hasad merupakan salah satu penyakit hati yang parah, sehingga I...
Pembaca buletin Hidayah yang dirahmati oleh Allah
SWT, sifat dengki atau hasad merupakan salah satu penyakit
hati yang parah, sehingga Imam Al-Ghazali menggolongkannya sebagai sebuah dosa
besar. Dengki atau Hasad adalah keinginan atau harapan agar nikmat yang ada
pada orang lain lenyap. Seolah ia tidak ridha dengan kekentuan Allah swt, bahwa
Allah telah menentukan rejeki , keistimewaan dan kebaikan bagi tiap hamba-Nya,
masing-masing sudah ada bagiannya. Allah swt telah mengajarkan kita untuk
senantiasa memohon perlindungan kepada-Nya dari sifat dengki, yakni seperti
tercantum dalam surat Al-Falaq. Qul ‘audzu birrabbil falaq. Min syarri maa
khalaq. Wa min syarri ghaasiqin idza waqab. Wamin syarri naffasaati fil uqod
wamin syarri haasidin idza hasaad. ….. “ dan dari kejahatan
pendengki ketika melakukan kedengkian.
Siapa yang mengajarkan kedengkian ini kepada makhluk manusia? Jawabannya
adalah Iblis laknatullah. Sejak awal penciptaan Nabi Adam as, Iblis sudah
merasa dengki terhadap Adam as, atas keutamaan/keistimewaan yang dikaruniakan
Allah kepada Nabi Adam. Nabi Adam diciptakan dari tanah, dan Allah menyuruh
agar Iblis bersujud kepada Adam As. Iblis dengki, kenapa yang diberi kemuliaan
penghormatan adalah Nabi Adam, bukan dia Iblis. Inilah kisah dan sejarah kedengkian yang pertama. Selanjutnya kita juga mengetahui kisah kedengkian pada periode berikutnya, yakni dimasa kehidupan anak-anak nabi
Adam as. Qabil hasad/dengki kepada saudaranya sendiri, Habil. Allah
memerintahkan Habil untuk menikah dengan saudara kembar Qabil yang kebetulan
lebih cantik, dibanding dengan saudara kembar Habil yang harus dinikahi oleh
Qabil. Dengan sebab kedengkian ini, akhirnya Qabil tega membunuh saudara
sendiri, Habil. Dan ini adalah sejarah pembunuhan manusia yang pertama kali.
Betapa dahsyat kerusakan yang disebabkan oleh sifat dengki. Maka sangat
bisa dimengerti, sabda Rasulullah saw: al Hasadu ya’kulul hasanaat, kama
ta’kulu annar alhathabu “ (HR. Abu Dawud). Kedengkian akan memakan
seluruh kebaikan, sebagaimana api akan melahap/membakar kayu bakar” .
Bayangkanlah, sepotong kayu yang keras , oleh sebab dimakan api, bisa menjadi
hangus dan menjadi hancur menjadi kepingan yang sangat halus berupa abu yang
dengan mudah akan diterbangkan oleh angin. Bahkan benda yang lebih keras dari
kayu pun, misalnya alumunium, jika kita bakar terus menerus, akan bisa menjadi
rapuh dan berlubang. Sebagian ibu-ibu yang memasak di dapur, mungkin pernah
mengalami kasus kebakaran pancinya, ketika lupa mematikan kompor, yang
menyebabkan panci tersebut menjadi rapuh dan bocor.
Demikian juga dengan dengki, ia akan menghanguskan amal-amal shalih yang
sudah dilakukan pelakunya. Sungguh rugi dan bangkrut, orang-orang yang
melakukan kedengkian, dia menyangka akan memanen amal-amal baiknya di surga
kelak, namun ternyata sangkaan dan harapannya kosong belaka. Pahala
amal-amalnya hangus karena kedengkian yang ada pada dirinya. Dan sungguh beruntung,
orang yang hatinya selalu lapang dan bersih, tidak ada dengki di dalam dirinya.
Dalam sebuah riwayat, dikisahkan bahwa suatu kali ketika Rasul saw sedang duduk
bersama sahabat, Rasul menyampaikan bahwa sebentar lagi dari lorong/jalan ini
akan muncul seorang calon penghuni syurga. Muncullah seorang anshar yang saat
itu kelihatan baru selesai wudhu, bekas air wudhunya masih mengalir di
jenggotnya. Pada kesempatan lain, Rasul menyampaikan hal sama, sahabat
menyangka ada orang lain lagi calon penghuni syurga, ternyata yang muncul
adalah seorang anshar yang sama. Hal ini terjadi sampai tiga kali. Para
shahabat penasaran, salah satu yang penasaran adalah Abdullah ibnu Umar. Beliau
kemudian berencana bermalam di rumah orang anshar tersebut, untuk bisa “mengintip”
gerangan apakah kesitimewaan amalnya. Malam pertama, kedua dan ketiga, Ibnu
Umar tidak mendapatkan data yang istimewa tentang ibadah-ibadah beliau, semua
berjalan standar saja. Akhirnya Abdullah bin Umar memberanikan diri untuk
bertanya, adakah amalanmu yang istimewa, sehingga baginda Rasul saw mengabarkan
bahwa engkau termasuk penghuni surga. Orang anshar tersebut menjawab bahwa
“amalanku adalah seperti yang sudah engkau lihat sendiri, dan tidak ada yang
istimewa, hanya saja, di hati saya tidak pernah ada kedengkiaan dan
kekesalan kepada sesama muslim.” Maka Abdullah bin Umar berucap “ yang
seperti inilah yang belum ada pada saya” dan beliau pulang dengan membawa
sebuah hikmah dan pelajaran besar, betapa pentingnya membersihkan hati dari
segala sifat dengki, sekecil apapun.
Dalam kehidupan nyata sehari-hari, praktek-praktek kedengkian dengan mudah
kita saksikan di depan mata, boleh jadi dalam kadar yang berbeda. Gambaran
kondisi yang pertama dan yang paling parah, adalah seseorang yang menginginkan
nikmat yang ada pada orang lain, hilang dan lenyap. Dia menginginkan, harusnya
dirinya yang mendapatkan kenikmatan tersebut. Dalam beberapa hal, kondisi ini
mirip dengan kedengkian orang-orang yahudi bani Israel terhadap kerasulan Nabi Muhammad saw. Inilah yang dimaksud dengan dengki/hasad. Gambaran kondisi yang
kedua adalah seseorang yang menginginkan untuk mendapatkan nikmat seperti orang
lain, tanpa mengharapkan lenyapnya nikmat yang ada pada orang lain. Ini yang
sering disebut dengan tanafus, atau persaingan. Meskipun lebih ringan
dari kondisi yang pertama, namun manakala dituruti keinginan nafsu-nafsu
materi-duniawi, akan menyebabkan hati kita keras, hanya akan disibukkan untuk
terus-menerus mengejar materi/dunia. Maka sebisa mungkin hal ini harus
dihindari, kecuali dalam dua hal, menginginkan seperti orang lain yang memiliki
ilmu dan pemahaman, sehingga memberikan penerangan bagi masyarakat, dan
menginginkan seperti seseorang yang Allah karuniakan harta yang berlimpah, dan
hartanya digunakan untuk berjuang di jalan Allah dalam semua maknanya. Kondisi
yang ketiga, adalah menginginkan lenyapnya harta pada orang lain , yang harta
tersebut digunakannya untuk melakukan kejahatan. Misalnya ada seseorang yang
memiliki rumah, tapi rumah tersebut digunakan untuk prostitusi misalnya. Maka
ulama membolehkan, jika seseorang menginginkan agar rumah tersebut lenyap/lepas
dari pemiliknya, agar hilang kejahatan prostitusi.
Sebagai penutup, coba kita renungkan kembali hadis Rasulullah saw berikut: “
laa tahasabuu wa laa taqaatha’u wa laa tabaghadhu wa laa tabaadaru wa kuunuu ibaadallahi
ikhwaana “ Janganlah kalian saling mendengki, jangan saling memutuskan
persaudaraan, jangan saling membenci, jangan saling menipu/memperdaya, dan
jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling besaudara.
(HR Bukhari Muslim). Wallahu a’lam
bishawwab. (dak)
Edisi 434 Januari 2016