Pembaca buletin yang dirahmati oleh Allah SWT, banyak ungkapan dari para ulama yang memperingatkan kita untuk berhati-hati dari gila pujia...
Pembaca
buletin yang dirahmati oleh Allah SWT, banyak ungkapan dari para ulama yang
memperingatkan kita untuk berhati-hati dari gila pujian. Para ulama
terdahulu sangat berhati-hati dan menjauhkan diri dari sifat ujub
(sifat berbangga diri).
Ubaidillah bin Abu Ja’far Al-Mishri, seorang ulama ahli hadits yang mentakhrij kitab-kitab hadits Kutubus Sittah dan seorang ahli hikmah yang tutur katanya penuh dengan mutiara ilmu dan hikmah, pernah memberi nasihat untuk murid beliau;
“Jika engkau duduk di suatu majelis lalu engkau berbicara kemudian engkau merasa bangga dengan hal itu, maka tahanlah. Dan jika engkau berada di suatu majelis dan engkau diam lalu engkau merasa bangga dengan diammu itu, maka berbicaralah. Lihat dan perhatikan hawa nafsumu dan selisihilah!.” (dalam Tahdzibil Kamal fii Asmaa-i Ar-Rijaal)
Seseorang yang kagum dengan diri sendiri (ujub) menandakan lemah akalnya. Ketika seseorang kagum pada diri sendiri, gila hormat dan cinta popularitas maka semua itu akan membinasakan dirinya sendiri.
Sebagaimana disebutkan dalam biografi seorang perawi hadits Ahmad bin Kamil Al-Baghdadi. Imam Daruquthni mengatakan bahwa ia adalah seorang yang memiliki banyak catatan dan hafalan hadits bahkan ia lebih fasih menyampaikan hadits secara hafalan daripada melihat catatan. Namun semua itu sirna dan rusak karena sifat ujubnya.
Tentang Ahmad bin Kamil Al-Baghdadi ini, Imam Ad-Dzahabi menceritakan di dalam kitab beliau Siyar A’lamin Nubala; “Ia adalah seorang yang memiliki keluasan ilmu, namun ilmu yang ia miliki sirna dengan sifat ujubnya”.
Imam Malik Rahimahullah mengatakan; “Bila seseorang pergi dalam keadaan memuji diri sendiri maka lenyaplah harga dirinya.”
Semoga kita dihindarkan dari sifat ujub dan berbangga pada diri sendiri karena hal itu akan melenyapkan semua amal kebaikan kita.
Larangan Ujub
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sebesar dzarrah dari kesombongan.” Salah seorang shahabat lantas bertanya: “Sesungguhnya seseorang senang jika bajunya bagus dan sandalnya baik?” Maka beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah Dzat yang Maha Indah dan senang dengan keindahan, Al-Kibru (sombong) adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.”(HR Muslim dalam Shahih-nya)
Ubaidillah bin Abu Ja’far Al-Mishri, seorang ulama ahli hadits yang mentakhrij kitab-kitab hadits Kutubus Sittah dan seorang ahli hikmah yang tutur katanya penuh dengan mutiara ilmu dan hikmah, pernah memberi nasihat untuk murid beliau;
“Jika engkau duduk di suatu majelis lalu engkau berbicara kemudian engkau merasa bangga dengan hal itu, maka tahanlah. Dan jika engkau berada di suatu majelis dan engkau diam lalu engkau merasa bangga dengan diammu itu, maka berbicaralah. Lihat dan perhatikan hawa nafsumu dan selisihilah!.” (dalam Tahdzibil Kamal fii Asmaa-i Ar-Rijaal)
Seseorang yang kagum dengan diri sendiri (ujub) menandakan lemah akalnya. Ketika seseorang kagum pada diri sendiri, gila hormat dan cinta popularitas maka semua itu akan membinasakan dirinya sendiri.
Sebagaimana disebutkan dalam biografi seorang perawi hadits Ahmad bin Kamil Al-Baghdadi. Imam Daruquthni mengatakan bahwa ia adalah seorang yang memiliki banyak catatan dan hafalan hadits bahkan ia lebih fasih menyampaikan hadits secara hafalan daripada melihat catatan. Namun semua itu sirna dan rusak karena sifat ujubnya.
Tentang Ahmad bin Kamil Al-Baghdadi ini, Imam Ad-Dzahabi menceritakan di dalam kitab beliau Siyar A’lamin Nubala; “Ia adalah seorang yang memiliki keluasan ilmu, namun ilmu yang ia miliki sirna dengan sifat ujubnya”.
Imam Malik Rahimahullah mengatakan; “Bila seseorang pergi dalam keadaan memuji diri sendiri maka lenyaplah harga dirinya.”
Semoga kita dihindarkan dari sifat ujub dan berbangga pada diri sendiri karena hal itu akan melenyapkan semua amal kebaikan kita.
Larangan Ujub
-
Tidak akan
masuk Surganya Allah SWT
Dari
Abdullah Bin Mas’ud radhiayallahu’anhu dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam,
beliau bersabda:“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sebesar dzarrah dari kesombongan.” Salah seorang shahabat lantas bertanya: “Sesungguhnya seseorang senang jika bajunya bagus dan sandalnya baik?” Maka beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah Dzat yang Maha Indah dan senang dengan keindahan, Al-Kibru (sombong) adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.”(HR Muslim dalam Shahih-nya)
-
Tempat Kembalinya
Adalah Neraka.
Allah SWT berfirman:
“Masukilah
pintu-pintu neraka Jahannam itu, sedang kamu kekal di dalamnya”. Maka neraka
Jahannam Itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri”. [Az-Zumar/39:
72]
Mereka akan merasakan berbagai macam siksaan di dalam Jahannam, akan
diliputi kehinaan dari berbagai tempat, dan akan diminumi nanah penduduk
neraka. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Pada hari
kiamat orang-orang yang sombong akan digiring dan dikumpulkan seperti semut
kecil, di dalam bentuk manusia, kehinaan akan meliputi mereka dari berbagai
sisi. Mereka akan digiring menuju sebuah penjara di dalam Jahannam yang namanya
Bulas. Api neraka yang sangat panas akan membakar mereka. Mereka akan diminumi
nanah penduduk neraka, yaitu thinatul khabal (lumpur kebinasaan)”. [Hadits
Hasan. Riwayat Bukhari & Muslim)
Cara
Mengatasi Ujub
1.
Menyadari
bahwa amal shalih yang Anda lakukan karena taufik dan karunia Allah SWT.
Hal itu sesuai dengan firman-Nya, “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allahlah
(datangnya).” (QS. An-Nahl: 53)
2.
Menyadari
bahwa banyak ahli ibadah lain yang lebih banyak meraih pahala daripada diri Anda.
Bersikaplah rendah hati, jangan terkecoh dengan amal shalih Anda yang banyak.
Karena, orang hidup belumlah aman dari fitnah. Tetapi bersyukurlah kepada Allah
yang telah memberi Anda taufik, menjadikannya indahdi hati Anda, serta membuat
Anda membenci kefasikan dan kemaksiatan. Lalu Dia juga menjadikan Anda termasuk
dalam golongan orang-orang yang meniti jalan lurus.
3.
Menyadari
secara mendalam bahwa walau Anda telah meraih pahala yang banyak, Anda tetap
akan merasa sedikit pada Hari Kiamat, karena besarnya ketakutan pada hari itu
dan terbukanya hakikat bahwa Anda tidak beribadah kepada-Nya dengan ibadah yang
sebenar-benarnya.
Sahabat mulia Muhammad bin Umairah berkata, “Seandainya seorang
hamba diseret dengan wajah tertelungkup dari hari kelahirannya sampai dia mati
tua dalam ketaatan kepada Allah, niscaya hal itu adalah remeh baginya pada hari
itu, dan niscaya dia ingin kembali ke dunia demi meraih balasan pahala yang
lebih banyak.”
Dan dari Utbah bin Abd bahwa Rasulullah SAW
bersabda, “Seandainya seorang hamba
diseret di atas wajahnya dari hari kelahirannya sampai dia mati tua dalam
mencari keridhaan Allah Taala, niscaya itu adalah sesuatu yang remeh pada Hari
Kiamat.”
Ibnul Qayim Al-Jauziyah berkata, “Barangsiapa mengetahui Allah dan
hak-Nya serta konsekuensi ibadah karena keagungan-Nya, niscaya dia merasa
kebaikan-kebaikannya begitu sedikit dan tidak berarti apa-apa di sisi-Nya. Dia
mengetahui bahwa kebaikan-kebaikannya bukan termasuk yang menyelamatkannya dari
adzab-Nya. Dan bahwa yang layak dengan kemuliaan-Nya dan ibadah yang pantas
untuknya adalah perkara lain.
Setiap kali dia memperbanyak, dia merasa semakin kecil dan
sedikit. Karena, setiap dia memperbanyak kebaikan, niscaya dibukakan untuknya
pintu-pintu ma’rifatullah dan kedekatan dengan-Nya. Hatinya menyaksikan –karena
kebesaran dan keagungan-Nya– sesuatu yang membuatnya merasa betapa kecil
amal-amalnya, bahkan meskipun amalan segenap jin dan manusia. Jika dia merasa
kebaikannya telah banyak dan besar, maka itu menunjukkan bahwa dia terhalang
dari Allah, tidak mengetahui-Nya, dan tidak mengetahui apa yang layak
untuk-Nya.
4.
Jangan
terlalu percaya diri dengan banyaknya amal Anda, karena Anda tidak bisa
memastikan apakah semua itu diterima atau ditolak. Ibnu Aun berkata, “Jangan
terlalu mengandalkan banyaknya amal, karena Anda tidak mengetahui apakah itu
diterima atau ditolak. Jangan merasa aman dari dosa-dosa Anda, karena Anda
tidak mengetahui apakah itu dilebur atau tidak. Semua amal Anda tidaklah Anda
ketahui.
Yang diharapkan dari Anda adalah, hendaknya Anda selalu takut dan
khawatir akan ditolaknya amal Anda. Aisyah berkata, “Aku bertanya kepada
Rasulullah Shalallaahu
‘Alahi Wasallam tentang ayat yang berbunyi, “Dan
orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan dengan hati yang takut.”
(QS. Al-Mukminun: 60), apakah mereka itu orang-orang yang minum khamr dan
mencuri?
Nabi Shalallaahu
‘Alahi Wasallam bersabda, “Bukan, wahai putri Ash-Shiddiq. Mereka
adalah orang-orang yang berpuasa, shalat, sedekah, dan mereka takut semua itu
tidak diterima. Mereka itulah orang-orang yang bersegera dalain kebaikan.”
(Diriwayatkan Ahmad)
Para ulama berkata, “Mereka adalah orang-orang yang mengamalkan
kebajikan dan khawatir akan tidak diterima amalnya lantaran mereka merasa tidak
sempurna.”*