Pembaca buletin Hidayah yang dirahmati oleh Allah SWT, kobaran api syahwat dalam hati tidak bisa dipadamkan kecuali dengan ‘air takut’. Ap...
Pembaca
buletin Hidayah yang dirahmati oleh Allah SWT, kobaran api syahwat dalam hati
tidak bisa dipadamkan kecuali dengan ‘air takut’. Apabila permukaan air takut
lebih tinggi, maka padamlah api syahwat dan hasilnya adalah menahan pandangan.
Tapi bila lebih rendah, api syahwat semakin membara dan akibatnya mengumbar
pandangan.
Jadi, orang yang berakal harus memperhatikan dan mengamati dari mana sumber datangnya kelemahan. Lalu segera membenahinya sebelum kebakaran menghanguskan seluruh bagian hati dan mengeluarkan bau gosong.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Dan bagi orang yang takut saat menghadap Rabbnya ada dua jannah…” (Ar-Rohman: 46).
Mujahid berkata, ia adalah orang yang apabila ingin berbuat maksiat, maka ia ingat kedudukan Allah atas dirinya. Lantas, urung melakukannya.
Seorang tabi’in mulia, ‘Ubaid bin ‘Umair, berjuluk ahli cerita Makkah. Para sahabat biasa menghadiri majelis petuahnya. Mereka menangis dan terharu biru oleh nasihatnya.
Ia profil seseorang yang kekuatan malaikatnya mampu mengalahkan kekuatan setannya. Rasa takutnya kepada Allah mampu menundukkan hawa nafsunya. Sehingga, ia bisa menyiramkan rasa takut yang berbuah taubat kepada orang-orang di sekelilingnya.
Dengarkanlah kisahnya tentang seorang wanita Makkah yang cantik jelita.
Ada seorang wanita cantik di Makkah. Ia sudah bersuami. Suatu kali ia melihat bayangan wajahnya di cermin dan terkagum-kagum terhadap kecantikannya sendiri. Ia berkata kepada suaminya, “Mungkinkah ada seseorang yang melihat wajah ini dan tidak terpesona?”
Suami menjawab, “Ya, ada.”
Ia bertanya, “Siapa?”
“‘Ubaid bin ‘Umair,” jawab suaminya.
Ia berkata, “Izinkan aku untuk menggodanya.”
“Aku izinkan.”
Selanjutnya, wanita tersebut mendatangi ‘Ubaid bin ‘Umair sebagai orang yang ingin meminta fatwa. ‘Ubaid berbicara dengannya di pinggir ruangan Masjidil Haram. Tiba-tiba wanita itu menyingkap penutup wajahnya bak separuh bulan. Maka, ‘Ubaid berkata kepadanya, “Takutlah kepada Allah, wahai hamba Allah.”
Ia berkata, “Sungguh saya telah tergoda denganmu. Untuk itu, lihatlah keadaanku ini.”
‘Ubaid menjawab, “Aku akan menanyakan sesuatu kepadamu. Jika engkau menjawab dengan jujur, maka aku akan mempertimbangkan keadaanmu.”
Ia berkata, “Apa pun yang engkau tanyakan kepadaku, akan aku jawab dengan jujur.”
‘Ubaid berkata, “Beritahukan kepadaku, seandainya malaikat mendatangimu untuk mencabut nyawamu, sukakah engkau bila aku memenuhi keinginanmu ini?”
Ia menjawab, “Tidak.”
‘Ubaid berkata, “Engkau telah berkata jujur.” Lantas bertanya lagi, “Seandainya engkau telah dimasukkan di kubur kemudian didudukkan untuk ditanyai, sukakah engkau bila aku memenuhi keinginanmu ini.”
Ia menjawab, “Tidak.”
‘Ubaid berkata, “Engkau telah berkata jujur.” Ia bertanya lagi, “Seandainya manusia diberi catatan amal-amal mereka dan engkau tidak tahu akan menerima catatan dengan tangan kanan atau tangan kiri, sukakah engkau bila aku memenuhi keinginanmu ini?”
Ia menjawab, “Tidak.”
‘Ubaid berkata, “Engkau telah berkata jujur.” Ia bertanya lagi, “Seandainya didatangkan timbangan-timbangan amal dan engkau tidak tahu akan mengambil beban amalmu dengan tangan kanan atau tangan kiri, sukakah engkau bila aku memenuhi keinginanmu ini?”
Ia menjawab, “Tidak.”
‘Ubaid berkata, “Engkau telah berkata jujur.” Ia bertanya lagi, “Seandainya engkau berdiri di hadapan Allah untuk diinterogasi, sukakah engkau bila aku memenuhi keinginanmu ini?”
Ia menjawab, “Tidak.”
‘Ubaid berkata, “Engkau telah berkata jujur.” ‘Ubaid melanjutkan, “Bertakwalah kepada Allah, wahai hamba wanita Allah, sungguh Dia telah memberimu anugerah besar dan mempercantik dirimu.”
Kemudian wanita tersebut kembali kepada suaminya yang langsung menyambut dirinya dengan pertanyaan, “Hasil apa yang telah engkau peroleh?”
Ia menjawab, “Engkau suka berbuat batil dan kami juga suka berbuat batil.” Lantas wanita itu selalu mengerjakan shalat, puasa, dan terus beribadah. Sampai-sampai suaminya berkata, “Kesalahan apa yang telah aku perbuat kepada ‘Ubaid. Ia telah merusak pribadi istriku. Dulu, di setiap malam ia laksana pengantin baru, namun ia telah mengubahnya menjadi seorang ahli ibadah.”
Takut kepada Allah adalah buah dari berbagai macam amalan ketaatan, seperti: banyak membaca Al-Quran, merenungkan maknanya, menghayati berita-berita hari kiamat, kengerian neraka dan keadaan penghuninya, berteman dengan orang-orang yang takut kepada Allah dan mendengarkan berita-berita mereka, mengetahui kondisi orang-orang yang terpedaya oleh iblis dan menjauhi mereka, memandikan orang mati, menghadiri jenazah, menyaksikan saat-saat sakaratul maut, menganggap kecil amalan taat diri Anda sendiri, mengetahui kekuasaan dan kedudukan Allah, merenungkan nama dan sifat-sifat Allah, dan hal-hal lain yang mampu melahirkan takut.
Berikut beberapa keutamaan takut kepada Allah yang ada dalam Al Quran :
Jadi, orang yang berakal harus memperhatikan dan mengamati dari mana sumber datangnya kelemahan. Lalu segera membenahinya sebelum kebakaran menghanguskan seluruh bagian hati dan mengeluarkan bau gosong.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Dan bagi orang yang takut saat menghadap Rabbnya ada dua jannah…” (Ar-Rohman: 46).
Mujahid berkata, ia adalah orang yang apabila ingin berbuat maksiat, maka ia ingat kedudukan Allah atas dirinya. Lantas, urung melakukannya.
Seorang tabi’in mulia, ‘Ubaid bin ‘Umair, berjuluk ahli cerita Makkah. Para sahabat biasa menghadiri majelis petuahnya. Mereka menangis dan terharu biru oleh nasihatnya.
Ia profil seseorang yang kekuatan malaikatnya mampu mengalahkan kekuatan setannya. Rasa takutnya kepada Allah mampu menundukkan hawa nafsunya. Sehingga, ia bisa menyiramkan rasa takut yang berbuah taubat kepada orang-orang di sekelilingnya.
Dengarkanlah kisahnya tentang seorang wanita Makkah yang cantik jelita.
Ada seorang wanita cantik di Makkah. Ia sudah bersuami. Suatu kali ia melihat bayangan wajahnya di cermin dan terkagum-kagum terhadap kecantikannya sendiri. Ia berkata kepada suaminya, “Mungkinkah ada seseorang yang melihat wajah ini dan tidak terpesona?”
Suami menjawab, “Ya, ada.”
Ia bertanya, “Siapa?”
“‘Ubaid bin ‘Umair,” jawab suaminya.
Ia berkata, “Izinkan aku untuk menggodanya.”
“Aku izinkan.”
Selanjutnya, wanita tersebut mendatangi ‘Ubaid bin ‘Umair sebagai orang yang ingin meminta fatwa. ‘Ubaid berbicara dengannya di pinggir ruangan Masjidil Haram. Tiba-tiba wanita itu menyingkap penutup wajahnya bak separuh bulan. Maka, ‘Ubaid berkata kepadanya, “Takutlah kepada Allah, wahai hamba Allah.”
Ia berkata, “Sungguh saya telah tergoda denganmu. Untuk itu, lihatlah keadaanku ini.”
‘Ubaid menjawab, “Aku akan menanyakan sesuatu kepadamu. Jika engkau menjawab dengan jujur, maka aku akan mempertimbangkan keadaanmu.”
Ia berkata, “Apa pun yang engkau tanyakan kepadaku, akan aku jawab dengan jujur.”
‘Ubaid berkata, “Beritahukan kepadaku, seandainya malaikat mendatangimu untuk mencabut nyawamu, sukakah engkau bila aku memenuhi keinginanmu ini?”
Ia menjawab, “Tidak.”
‘Ubaid berkata, “Engkau telah berkata jujur.” Lantas bertanya lagi, “Seandainya engkau telah dimasukkan di kubur kemudian didudukkan untuk ditanyai, sukakah engkau bila aku memenuhi keinginanmu ini.”
Ia menjawab, “Tidak.”
‘Ubaid berkata, “Engkau telah berkata jujur.” Ia bertanya lagi, “Seandainya manusia diberi catatan amal-amal mereka dan engkau tidak tahu akan menerima catatan dengan tangan kanan atau tangan kiri, sukakah engkau bila aku memenuhi keinginanmu ini?”
Ia menjawab, “Tidak.”
‘Ubaid berkata, “Engkau telah berkata jujur.” Ia bertanya lagi, “Seandainya didatangkan timbangan-timbangan amal dan engkau tidak tahu akan mengambil beban amalmu dengan tangan kanan atau tangan kiri, sukakah engkau bila aku memenuhi keinginanmu ini?”
Ia menjawab, “Tidak.”
‘Ubaid berkata, “Engkau telah berkata jujur.” Ia bertanya lagi, “Seandainya engkau berdiri di hadapan Allah untuk diinterogasi, sukakah engkau bila aku memenuhi keinginanmu ini?”
Ia menjawab, “Tidak.”
‘Ubaid berkata, “Engkau telah berkata jujur.” ‘Ubaid melanjutkan, “Bertakwalah kepada Allah, wahai hamba wanita Allah, sungguh Dia telah memberimu anugerah besar dan mempercantik dirimu.”
Kemudian wanita tersebut kembali kepada suaminya yang langsung menyambut dirinya dengan pertanyaan, “Hasil apa yang telah engkau peroleh?”
Ia menjawab, “Engkau suka berbuat batil dan kami juga suka berbuat batil.” Lantas wanita itu selalu mengerjakan shalat, puasa, dan terus beribadah. Sampai-sampai suaminya berkata, “Kesalahan apa yang telah aku perbuat kepada ‘Ubaid. Ia telah merusak pribadi istriku. Dulu, di setiap malam ia laksana pengantin baru, namun ia telah mengubahnya menjadi seorang ahli ibadah.”
Takut kepada Allah adalah buah dari berbagai macam amalan ketaatan, seperti: banyak membaca Al-Quran, merenungkan maknanya, menghayati berita-berita hari kiamat, kengerian neraka dan keadaan penghuninya, berteman dengan orang-orang yang takut kepada Allah dan mendengarkan berita-berita mereka, mengetahui kondisi orang-orang yang terpedaya oleh iblis dan menjauhi mereka, memandikan orang mati, menghadiri jenazah, menyaksikan saat-saat sakaratul maut, menganggap kecil amalan taat diri Anda sendiri, mengetahui kekuasaan dan kedudukan Allah, merenungkan nama dan sifat-sifat Allah, dan hal-hal lain yang mampu melahirkan takut.
Berikut beberapa keutamaan takut kepada Allah yang ada dalam Al Quran :
- Takut kepada Allah termasuk kedudukan
yang paling utama dalam Agama Islam dan takut itu adalah ibadah yang
diperintahkan oleh Allah. Perhatikan firman Allah SWT berikut ini: ”……karena
itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika
kamu benar-benar orang yang beriman”. (QS Al Imran 3]
:175)
- Allah SWT memuji para malaikat karena
mereka selalu takut kepada Allah SWT, Perhatikan firman Allah SWT berikut
ini: ”Mereka
takut kepada Rabb mereka yang berkuasa atas mereka dan melaksanakan apa yang
diperintahkan (kepada mereka)” (QS. An Nahl [16]:50)
- Allah SWT berfirman: ”…..Karena
itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku…….
(QS. Al-Maa’idah [5]: 44).
- ”Dan bagi orang yang takut akan saat
menghadap Tuhannya ada dua surga”. (QS. Ar Rahman [55]: 46)
- Allah SWT berfirman: Dan
orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati
yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali
kepada Tuhan mereka (QS. Al-Mukmin [23]: 60)
- ”Dan barang siapa yang takut kepada Allah
dan rasul-Nya, dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka
adalah orang-orang yang mendapat kemenangan” (QS. An-Nuur
[24]:52)