Pembaca buletin Hidayah yang dirahmati oleh Allah SWT, betapa indahnya ketika berbicara tentang surga. Allah SWT berfirman, (Artinya) Ses...
Pembaca
buletin Hidayah yang dirahmati oleh Allah SWT, betapa indahnya ketika berbicara
tentang surga. Allah SWT berfirman, (Artinya) Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka
adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal. Mereka kekal di dalamnya, mereka
tidak ingin berpindah dari padanya. (QS Al-Kahfi: 107-108).
Dengan
kasih Allah dan rahmat-Nya kepada kita, Allah telah membentangkan gambaran
surga yang nikmat itu, dengan menekankan keabadian dan kesempurnaan, tanpa
kekurangan sedikitpun, tidak lelah atau sibuk dengan hiruk pikuk, tak ada
kerugian, tidak ada yang dicurangi.
Rasulullah
SAW menyebutkan beberapa peristiwa ringan yang mengantarkan seseorang menjadi
ahli surga, dengan amalan di satu hari.
Suatu
hari Rasulullah SAW bertanya, “Siapa di
antara kamu yang berpuasa hari ini?”. Abu Bakar RA menjawab: “Aku”. Rasulullah
SAW bertanya lagi, “Siapa di antara kalian yang telah mengikuti pemakaman hari
ini?” Abu Bakar RA berkata: “Aku”. Rasulullah SAW berkata lagi, “Siapa di
antara kalian yang memberi makan orang miskin hari ini?”. Abu Bakar berkata
lagi, “Aku”. Rasulullah SAW bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang
menjenguk orang sakit hari ini?” Abu Bakar menjawab, “Aku”. Rasulullah SAW
kemudian berkata, “Jika terkumpul seluruh amalan pada seseorang (seperti ini),
niscaya ia akan masuk surga”.
Pada diri
Abu Bakar RA di hari itu terkumpul seluruh kebaikan yang ringan namun
mengantarkan pada surga. Sehingga, dalam riwayat lain, Umar bin Khattab RA
sampai berkomentar, “oh…itu (amalan) ahli
surga”.
Memang,
menggabungkan semua pekerjaan itu dalam satu hari bukan hal mudah. Namun,
dengan niat dan kesungguhan, kita bisa melakukannya. Sebab, seperti dikatakan
Ibnul Qayyim, “Kebahagiaan dunia dan akhirat berpulang pada seberapa besar
(perjuangan) melawan keletihan, tak ada (kenikmatan) istirahat bagi yang tak
merasakan letih; bahkan sebesar rasa letih itulah, kenikmatan istirahat (dapat
dirasakan).”
Puasa Sunnah Senin-Kamis
Berpuasa
sunnah Senin-Kamis adalah ibadah yang sangat bermanfaat. Selain menyehatkan, ia
merupakan amalan yang dianjurkan Rasulullah SAW. Beliau SAW berkata, “Amal-amal kebajikan dilaporkan pada setiap
hari Senin dan Kamis, maka aku menyukai amalanku dilaporkan sedang aku dalam
keadaan berpuasa.” (HR Tirmidzi). Selain itu, kata Rasulullah SAW juga,
berpuasa menjauhkan kalian dari sikap riya.
Selain memberikan
kemanfaatan dalam ibadah, puasa senin kamis juga memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh
kita yang pertama adalah untuk menjaga keseimbangan anabolisme dan katabolisme.
Asam amino
dan zat-zat yang berbagai macam mengalami peremajaan sel dan berbagai komponen
yang memproduksi gula dalam darah dan mensuplay asam amino dalam darah
sepanjang hari.
Penumpukan
lemak dalam jumlah banyak akan mengakibatkan sirosis hati dan ketika kita
sedang berpuasa hati kita akan berkerja lebih lamban dan akan berfungsi lebih
baik lagi. Asam amino akan teroksidasi dengan pelan dan zat keton tidak
meningkat dalam darah sehingga tidak akan mengalami pengasaman darah inilah
manfaat dari puasa senin kamis.
Dalam darah
manusia tidak terdapat perbedaan jumlah volume, bandingkan dengan orang yang
tidak berpuasa akan mengalami perbedaan jumlah volume dalam darah.
Bagi
penderita diabetes tingkat 2 puasa senin kamis boleh dilakukan kerena karena
tidak terdapat perbedaan protein gula, protein glikosilat dan hemoglobin
glikosiat.
Menjenguk Orang Sakit
Menjenguk
teman atau kerabat yang sakit adalah amalan utama yang sangat bernilai.
Walaupun kita datang tanpa membawa buah tangan apapun, tetapi kehadiran kita
bagi yang sakit membangkitkan semangat baginya untuk sembuh.
Dalam riwayat Jabir
bin Abdullah, Rasulullah SAW berkata, “Barang
siapa yang mengunjungi orang sakit niscaya dia mendapatkan rahmat. Maka apabila
dia duduk di sampingnya dia tetap berada di dalam rahmat, dan apabila dia
keluar dari orang yang sakit dia terus dinaungi rahmat sampai dia kembali ke
rumahnya”.
Di kitab
“Al-Ikhtiarat al-Fiqhiyah”, Imam Ibn Taymiyah bahkan berfatwa hukum menjenguk
orang sakit adalah fardhu kifayah. Artinya, jika tak ada seorang pun yang
peduli pada tetangga yang sakit, seluruh warga berdosa karenanya.
Menengok dan/atau menjenguk
orang sakit juga sangat dianjurkan oleh Baginda Nabi Muhammad
SAW, dan ini merupakan salah satu diantara hak-hak orang muslim terhadap orang
muslim lainnya. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits sahih Muttafaq 'alaih
dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi SAW bersabda : "Hak orang muslim atas
orang muslim lainnya ada lima, yaitu; menjawab salam, menjenguk yang sakit,
mengantarkan jenazahnya, mendatangi undangannya, dan mendoakannya ketika
bersin."
Selain sebagai hak orang muslim atas orang muslim
lainnya serta anjuran dari Nabi, menjenguk orang sakit ternyata memiliki
keutamaan serta manfaat yang sangat luar biasa. Salah satu diantara keutamaan menjenguk orang sakit yaitu
di doakan oleh 70.000 malaikat pada hari itu juga. Adapun diantara manfaat menjenguk orang sakit yaitu dapat
menumbuhkan semangat, motivasi, dan sugesti dari yang sakit (pasien), hal ini
tentu dapat menjadi kekuatan khusus dari dalam jiwanya untuk melawan sakit yang
dialaminya, sehingga dalam dirinya ada energi hebat untuk sembuh dari penyakit
yang diderita.
Bertakziyah
Demikian halnya bertakziah. Saat mengunjungi sanak famili yang tengah
dirundung musibah kematian, misalnya, adalah pekerjaan yang ringan. Tetapi,
efeknya sangat dahsyat bagi keluarga yang
ditinggalkan. Sehingga, dalam riwayat lain, Rasulullah SAW menganjurkan untuk
berkata, “Sesungguhnya Allah-lah yang mengambil. (sebab) Dia-lah yang memberi.
Dan di sisi-Nya, segala sesuatu memiki ajal tertentu”.
Dalam hadist juga disebutkan, “Barangsiapa yg
berta'ziyah kepada seorang wanita yg kehilangan anaknya, niscaya akan
dipakaikan kepadanya pakaian yg mulia di syurga. Abu Isa berkata; Ini adl
hadits gharib & sanadnya tak kuat.” [HR. Tirmidzi No.996].
Dengan
ucapan itu, diharapkan dapat menenteramkan seseorang dari kedukaannya.
Sedemikian pentingnya amalan takziah ini, sehingga Imam Syafi’i berfatwa, “tak
ada batasan waktu mengucapkan kalimat takziah”. (Kitab al-Umm).
Memberi Makan Orang Miskin
Memberi
makan orang miskin adalah amal lainnya yang terlihat ringan. Sepiring nasi yang
kita berikan pada seseorang yang tengah kelaparan sesungguhnya tidak sekedar mengenyangkan
perutnya, namun menguatkan mata batin persaudaraan dengannya. Bahwa, dia akan
merasa ada orang lain yang peduli pada kesulitan hidup yang tengah dihadapinya.
Perjuangan
orang-orang shalih yang memberi makan fakir-miskin itu disinyalir Allah SWT
dalam firman-Nya, (artinya) “Sesungguhnya
Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami
tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih”
(QS Al-Insan: 9).
Semoga,
amalan-amalan kebaikan yang dicontohkan Abu Bakar RA itu dapat kita lakukan.
Wallahu’alam.