Pembaca buletin Hidayah yang baik, sejenak marilah kita merenungi aktivitas kehidupan kita saat ini. Sudahkan kita mempersiapkan bekal ya...
Pembaca buletin Hidayah yang baik, sejenak marilah kita merenungi aktivitas
kehidupan kita saat ini. Sudahkan kita mempersiapkan bekal yang cukup saat
Allah SWT memanggil kita kembali? Sudahkah kita pernah berfikir bagaimana
kondisi kita saat hari pembalasan itu terjadi?
Sahabat, di Hari Pembalasan tidak ada pengawal, tidak ada barisan tentara,
tidak ada perwira, dan tidak ada serdadu, atau pengawal republik. Tidak ada
pula orangtua, saudara dan karib kerabat yang akan membela kita. Hari
pembalasan yang pasti datangnya dan akan menjumpai kita kelak.
Berbicara tentang hari pembalasan, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Yang Menguasai Hari
Pembalasan.” (al-Fatihah: 4), merefleksikan berbagai persoalan, di
antaranya sebagai berikut:
1. Runtuhnya para penguasa bumi
Pada hari perhitungan terbesar, para penguasa bumi akan berjatuhan. Abu
Jahal pernah berkata, “Wahai Muhammad, engkau menakut-nakuti aku dengan
Zabaniyyah? Aku pasti akan datang padanya bersama orang-orang Quraisy.”
Pada hari kiamat Abu Jahal bangkit dari kubur bersama orang-orang Quraisy.
Atas perkataan Abu Jahal itu, apakah jawaban Allah? Dia berfirman, “Tidak
ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang
Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah
mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka
akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendtri-sendiri.” (Maryam:
93-95).
Di sana tidak ada pengawal, tidak ada barisan tentara, tidak ada perwira,
dan tidak ada serdadu, atau pengawal republik, dan seterusnya!
Barangkali ada yang berkata, “Saat terjadi huru-hara pada hari kiamat,
mungkin kita bisa menyelamatkan diri.” Tetapi Allah berfirman, “Sesungguhnya
Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang
teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan
sendiri-sendiri.” (Maryam: 94-95).
Dalam hadits disebutkan, ketika bumi dan langit telah berada dalam
genggaman-Nya, Dia berfirman, “Milik siapakah kerajaan pada hari ini?”
Tidak seorang penguasa pun atau nabi yang menjawab pertanyaan itu. Maka Allah
menjawab dan berfirman, “Allah, Yang Mahaesa dan Maha Melaksanakan
Kehendak-Nya.” Lalu berfirman, “Di manakah para penguasa bumi? Di
manakah raja-raja dunia?” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, hadits ini derajatnya
sahih).
Dalam hadits Asma’ binti Yazid, Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam
bersabda, “Jika orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terakhir
dikumpulkan, Dia berseru, ‘Wahai manusia, sesungguhnya Aku telah menurunkan
nasab, dan menurunkan nasab-nasab bagi kalian. Kalian telah mengangkat
nasab-nasab kalian dan menurunkan nasab-Ku. Maka pada hari ini, Aku mengangkat
nasab-Ku dan menurunkan nasab kalian.'” (HR. Hakim).
Kalian mengatakan, “Kami memuliakan Fulan bin Fulan.” Maka pada hari itu
ketetapan ada pada Yang Mahaesa dan Maha Melaksanakan Kehendak-Nya. Dialah yang
memberi keputusan, ‘alaihissalam –shirath milik-Nya, mizan adalah mizan-Nya,
surga dan neraka milik-Nya, dan tidak ada yang menentang keputusan hukum Allah.
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang
paling takwa di antara kamu.” (al-Hujurat: 13).
Tabarakallah, Tuhan semesta alam.
Sungguh amat mengherankan bahwa di sana ada kaum yang menciptakan simbol
dan julukan-julukan untuk mengagungkan manusia. Bandingkan dengan sikap
Rasulullah, apa yang dilakukan oleh beliau?
Rasulullah menolak gemerlap dunia dan keindahannya dan menolak pengkultusan
manusia.
Suatu ketika datang delegasi Amir bin Sha’sha’ah, mereka mengatakan,
“Engkau adalah orang yang paling utama, dan paling agung kedudukannya di antara
kami.”
Rasul menjawab, “Katakanlah semua pembicaraan kalian atau sebagian dari
pembicaraan kalian, tetapi jangan sampai setan menyeret kalian. Sesungguhnya
aku adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Katakan, ‘Hamba Allah dan Rasul-Nya’.”
(HR Ahmad dan Abu Dawud).
Semoga shalawat dan salam terlimpahkan padanya! Semakin orang merendahkan
diri, semakin melekat hati manusia padanya. Dan Allah menjadikannya manusia
yang paling mulia dan paling utama.
Sufyan bin ‘Uyainah mengatakan, “Nama yang paling rendah di hari kiamat
adalah nama-nama semisal Shahin Syah, Qadhil Qudhat (penghulu
para hakim), Sulthanush Shalathin (penghulu para raja), atau Rabbul
Arbab (raja diraja). Sebab tiada raja yang sesungguhnya selain Allah,
Dia-lah Qadhil Qudhat dan Hakim di antara para hakim.
Pada saat itu seluruh tanda kebesaran manusia di bumi berguguran, karena ia
berasal dari tanah. Akan halnya pemberian dan karunia yang berasal dari Allah,
ia akan kekal bagi pemiliknya
Jika seorang muslim memahami bahwa di sana akan ada hari pembalasan,
hatinya rela dan pasrah, penderitaan dan luka batinnya akan terobati.
2. Harapan Kaum Tertindas dan Lemah
Apakah dampak asma “Yang menguasai hari pembalasan” (al-Fatihah: 4)
ini dalam perasaan seorang muslim? Jika seorang muslim memahami bahwa di sana
akan ada hari pembalasan, hatinya rela dan pasrah, penderitaan dan luka
batinnya akan terobati. Begitu pula kepiluan dan airmatanya.
Ia akan tabah menerima perlakuan sewenang-wenang dan kekurangan yang
dideritanya selama hidup di dunia. Hak asasi sebagai manusia, kehormatan diri
sebagai orang beriman, serta kebebasan diri dalam berpendapat dan berbicara,
barangkali tidak dapat dinikmatinya di dunia. Tetapi di hari perhitungan kelak,
dia akan mendapatkan keadilan.
Penyair Abul ‘Atahiyah berkata kepada al-Mahdi, setelah ia memenjarakannya.
Demi Allah, aku bersumpah. Kezaliman itu menyakitkan
Orang yang jahat akan terus menjadi pelaku kezaliman
Kepada Sang Penguasa di hari kiamat kita mengadu dan di hadapan Allah para musuh terhimpun
Orang yang jahat akan terus menjadi pelaku kezaliman
Kepada Sang Penguasa di hari kiamat kita mengadu dan di hadapan Allah para musuh terhimpun
Sesungguhnya Allah yang akan memberi keadilan para wali dan orang-orang
yang dikasihi-Nya.
Pada episode pertama ada penindas dan ada yang ditindas. Harus ada episode
kedua yang memberi keadilan pada orang yang dizalimi.
3. Tamatnya Drama Kehidupan
Filosof Jerman, Emanuel Kant –pembangun teori eksistensialisme– mengatakan
bahwa alam semesta ini adalah panggung sandiwara. Episode pertamanya adalah
dunia dan episode berikutnya adalah apa yang akan datang sesudah itu.
Pasti akan terjadi episode kedua. Sementara kita menyaksikan pada episode
pertama ada penindas dan ada yang ditindas. Mengapa pada episode ini orang yang
tertindas tidak mendapat keadilan? Lalu kapan?
Harus ada episode kedua yang memberi keadilan pada orang yang dizalimi.
Al-Mughirah bin Syu’bah telah mendahului Kant dalam teori eksistensialisme
itu. Al-Mughirah berkata, “Ketika aku menyaksikan manusia-manusia mati dan
musnah, maka aku memahami bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala pasti akan
membangkitkan mereka kembali pada hari yang lain untuk memberikan keadilan pada
mereka. Inilah yang menjadi alasan bagiku untuk beragama dan memeluk Islam.”
Al-Mughirah menjadi muslim, tetapi Kant kafir. Segolongan di surga dan
golongan lain di neraka.
Wahai orang yang dizalimi, wahai orang yang tertimpa kemalangan, wahai yang
menangis, yang tersakiti dan terluka, nantikanlah “Yang menguasai hari
pembalasan.” (al-Fatihah: 4).
‘Umar bin Khaththab berkata, “Demi Allah, jika di sana tidak ada hari
akhir, niscaya engkau tidak pernah melihat apa yang kau saksikan ini.” Tidak
akan ada orang kuat yang menindas kaum lemah, kesewenangan, pelanggaran
kehormatan manusia, dan perampasan hak hidup. Tetapi akan datang hari akhir,
itulah saat perjumpaan kita, “(yaitu) di hari (ketika) harta dan anak-anak
tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati bersih.”
(asy-Syu’ara’: 88-89).*/DR. ‘Aidh bin ‘Abdullah al-Qarni, MA, tertuang
dalam bukunya Nikmatnya Hidangan Al-Qur’an