"Dan (Allah) memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah a...
"Dan (Allah) memberinya rezki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah
akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang
dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap
sesuatu" (QS. Ath
Thalaq :3)
URGENSI TAWAKAL
Tawakal adalah separuh dari agama. Separuh lainnya adalah
inabah, yaitu kembali kepada Allah
dengan menta'ati-Nya dan menjauhi dari bermaksiat kepada-Nya. Sebab
agama itu terdiri dari Isti'anah dan ibadah. Tawakal adalah isti'anah dan
Inabah adalah ibadah, bahkan merupakan ubudiyah semata-mata dan tauhid murni,
jika pelakunya benar-benar melakukannya. (lihat Madarijus Salikin, Ibnul Qayyim
2/118) Allah memerintahkan hamba-Nya agar bertawakal dalam banyak ayat
diantaranya, sebagaimana ayat diatas. Dalam ayat yang lain Allahberfirman:
“..dan hanya kepada Allah hendaknya kamu
bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman". (QS. Al Maidah : 23)
“... dan tawakallah kepada Allah. cukuplah
Allah menjadi Pelindung.”
(QS. An Nisaa’ : 81)
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imron : 159)
Rasulullah
bersabda:
"Akan
masuk surga dari ummatku tujuh puluh ribu orang tanpa hisab…(kemudian Nabi
menyebutkan diantaranya) mereka adalah orang-orang yang tidak minta ruqyah,
tidak melakukan tathayyur (menyandarkan keberuntungan atau kesialan pada
sesuatu), tidak berobat dengan kay (dengan sudutan besi panas), dan mereka
bertawakal kepada Rabb mereka" (Riwayat Muslim)
DEFINISI
TAWAKAL
Tawakal
artinya menyerahkan urusan kepada pihak lain atau menggantungkan kepadanya. Hal
ini disebabkan karena percaya penuh kepada yang diserahi atau ketidak mampuan
menangani sendiri. (An Nihayah Fi Gharibil Hadits, Ibnul Atsir 5/221) Ibnu
Qudamah Rahimahullah berkata; "Tawakal merupakan ungkapan dari penyandaran
hati kepada yang disandari. Seseorang tidak tawakal kepada selainnya kecuali
meyakini hal-hal berikut; adanya kecintaan, ketaatan dan petunjuk. Jika kamu
telah mengetahuinya, maka analogikan dengan tawakal kepada Allah. Jika telah
mantap dalam hatimu, tiada yang berbuat kecuali Allah dan engkau telah meyakini bawa ilmu,
kemampuan dan rahmat Allah sempurna,
tiada lagi qudrah, ilmu, dan rahmat selainnya, maka engkau harus tawakalkan
hatimu kepada-Nya. Jangan berpaling kepada selain-Nya. Jika engkau tidak
mendapati ini dalam hatimu maka ada dua sebab. Pertama; lemahnya keyakinan
terhadap perkara-perkara tadi. Kedua; lemahnya hati karena digerogoti rasa
takut dan was-was yang mendominasi" (Mukhtashar Minhajul Qasidin, 363)
Imam Ahmad Rahimahullah berkata; Tawakal adalah amalan hati. Dengan begitu
tawakal merupakan amalan yang dilakukan hati, bukan amalan lisan atau aktifitas
anggota badan. Dan tidak termasuk ilmu pengetahuan" (Madarijus Salikin,
Ibnul Qayyim 2/119) Ibnu Rajab Rahimahullah berkata; "Hakekat tawakal
adalah hati benarbenar tergantung kepada Allah
untuk mendapatkan mashlahat dan menolak mudharat dari urusan-urusan
dunia akhirat" (Jami'ul Ulum wal Hikam hal567) Hal senada dikemukakan oleh
Syeikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahulah; "Tawakal adalah
menyandarkan permasalahan kepada Alah
dan mengupayakan yang dicari dan menolak apa-apa yang tidak disenangi
disertai percaya penuh kepada Allah dan
menempuh sebab yang diijinkan syari'at". Lanjutnya; "Ini adalah
definisi yang paling mendekati kebenaran. Tawakal harus memenuhi dua syarat:
Pertama; Penyandaran kepada Alllah
dengan sebenarnya dan nyata, kedua; Harus menempuh sebab yang diijinkan
syari'at" (Qaulul Mufid 2/87-88). Lantas apa bedanya dengan yakin? Yakin
adalah kekuatan iman dan keteguhan bagaikan melihat apa yang dikhabarkan
Allah dan RasulNya dengan mata kepala
lantaran kekuatan keyakinannya. Yakin adalah keteguhan dan keimanan yang tidak
tersusupi keraguan sedikitpun. Keyakinan ihi membuahkan tawakal kepada Allah.
Dengan dua hal ini, seseorang akan mendapat apa yang diinginkannya didunia dan
akhirat. Dia hidup dengan nyaman, tenang dan berbahagia, karena ia meyakini apa
yang dikhabarkan Allah dan Rasul-Nya dan
bertawakal kepada-Nya (Bahjatun Nadzirin, Syeikh Salim Bin Ied Al Hilaly 1/149)
TAWAKAL
BUKAN PASRAH
Sebagian
orang menyangka bahwa tawakal identik dengan pasrah total. Ini adalah anggapan
yang salah, karena tawakal itu menuntut rasa optimis dan aktif. Perhatikanlah ayat
berikut ini:
"Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya
Allah akan mencukupkan (keperluan)nya" (QS. Ath Thalaq:3)
Dalam ayat
ini Allah menjamin akan memberi kecukupan kepada orang-orang yang bertawakal
termasuk rizki. Apakah artinya orang tersebut tidak berusaha dan tidak bekerja
lantas tiba-tiba memperoleh rizki dari langit? Tentu tidaklah demikian. Orang
yang ingin memenuhi kebutuhannya harus berusaha dan bekerja, sama halnya orang yang
ingin punya anak harus beristri dan mengumpuli istrinya. Hadits berikut lebih
memperjelas: "Seandainya kalian bertawakal kepada Alah dengan
sebenarnya niscaya Allah akan memberi rizki kepada kalian, sebagaimana memberi
rizki kepada burung, mereka pergi pagi dengan perut kosong dan pulang sore
dengan perut kenyang" (Riwayat Tirmidzi, dari umar bin Khathab dengan
sanad shahih). Tawakal burung adalah dengan pergi mencari makanan, maka Allah jamin
dengan memberikan makanan kepada mereka. Burung-burung itu tidak hanya diam
disarang mereka sambil menunggu makanan datang, tetapi mereka pergi jauh
mencari makanan untuk dirinya dan anaknya. Begitu pula seharusnya manusia. Apalagi manusia diberi
kelebihan yang banyak dibandingkan seekor burung. Dalam hadits yang lain
disebutkan: "Seseorang berkata kepada Rasulullah : ya Rasulullah, aku ikat
dia (onta ini) dan aku bertawakal, atau aku lepas dan aku bertawakal? Jawab
beliau; Ikat lalu bertawakallah" (Riwayat Tirmidzi, dari Anas bin
Malik , dengan sanad Hasan) Al Hafidz Ibnu hajar Rahimahullah berkata;
"Tawakal itu bukan berarti tidak berusaha dan menggantungkan kepada
makhluk, sebab hal itu justru dapat menyeret kepada lawan dari tawakal. Imam
Ahmad pernah ditanya tentang seseorang yang hanya duduk di rumah atau di masjid
seraya berkata; "Aku tidak akan berusaha sedikitpun sampai datang rizki
kepadaku". Jawabnya; "Orang tersebut jahil, sebab Nabi bersabda;
"sesungguhnya Allah menjadikan rizkiku dibawah naungan pedangku" dan
sabdanya: "Seandainya kalian bertawakal kepada Alah dengan sebenarnya
niscaya Allah akan memberi rizki kepada kalian, sebagaimana memberi rizki
kepada burung,mereka pergi pagi dengan perut kosong dan pulang sore dengan
perut kenyang". Nabi menyebutkan, kawanan burung tersebut pergi pagi-pagi
untuk mencari rizki. Dan para shahabat berdagang dan memelihara pohon-pohon
korma mereka. Maka contohlah mereka" (Fathul Bari') Sahl bin Abdillah At
Tustari Rahimahullah berkata; " Siapa yang mencela aktifitas (usaha),
berarti dia mencela sunnah, dan siapa mencela tawakal maka berarti mencela
iman. Tawakal adalah keseharian Nabi dan Usaha adalah sunnah beliau. Maka
barangsiapa yang beraktifitas seperti keadaan Nabi maka janganlah meninggalkan
sunnahnya" (Madarijus Salikin 2/121) Usai menjelaskan hadits Umar bin
Khathab diatas, maka Syeikh Utsaimin Rahimahullah berkata; "Pada hadits
ini terdapat dalil bahwa manusia ketika tawakal kepada Allah dengan
sebenar-benarnya maka harus melakukan sebab. Orang yang berkata; "Aku
tidak akan menempuh sebab (berusaha), Aku bertawakal kepada Allah", adalah
sesat, dan ucapannya salah. Orang bertawakal adalah orang yang mengupayakan
sebab dengan menyandarkan upayanya kepada Allah". Oleh karena itu beliau
mengatakan; "Sebagaimana Allah memberi rizki kepada burung, dia pergi
dalam keadaan lapar". Burung tersebut pergi untuk mencari rizki, tidak
hanya diam disarangnya tetapi pergi mencari rizki. (Syarh Riyadush Shalihin
2/520) Nabi adalah orang yang paling tawakal kepada Allah. Namun beliau tetap
melakukan usaha. Beliau ketika bepergian membawa bekal, ketika perang Uhud
memakai dua baju besi, ketika hijrah ke Madinah menyewa penunjuk jalan. Beliau
tidak mengataka; "Aku akan hijrah dan tawakal kepada Allah, tidak perlu
menyewa penunjuk jalan". Beliau juga berlindung dari dingin dan panas. Hal
ini tidak mengurangi tawakalnya. Namun perlu diingat siapa yang usahanya lebih
dominan, otomatis tawakalnya kepada Allah akan berkurang. Akibatnya keyakinan
bahwa Alah Maha mencukupi akan cacat. Seakan-akan ia memposisikan usaha tadi
menjadi satu-satunya sandaran untuk mencapai tujuan dan menghindari sesuatu
yang tidak diinginkan. Sebaliknya , siapa yang ketergantungannya kepada Allah
berlebihan, mengalahkan upaya (Hanya tawakal dan meninggalkan usaha) sungguhya
telah mencela sifat hikmah Allah. Sebab Allah adalah Maha Hikmah. Dia
mempertautkan sebab dengan akibat. Orang yang hanya bergantung kepada Allah
adalah bagaikan orang yang menginginkan anak tetapi tidak menikah" (Qaulul
Mufid 2/87-8). Wallahu A'lamu Bish Shawwab.
Kontribusi: Mas Heru Yulias Wibowo – Redaktur
Buletin Da’wah An Nashihah Cikarang Baru - Bekasi, untuk berlangganan hubungi
bag. Sirkulasi: Mas Arifin 08156094080 (A bu Laili)