Archive Pages Design$type=blogging

Menuju Kesucian Jiwa (2)

Pembaca Bulletin yang dirahmati Allah, mari kita melanjutkan bahasan kita pada edisi minggu lalu tentang mengupas kiat agar seorang hamba...

Pembaca Bulletin yang dirahmati Allah, mari kita melanjutkan bahasan kita pada edisi minggu lalu tentang mengupas kiat agar seorang hamba bisa memiliki jiwa yang tenang (nafsul muthma’innah), bukan nafsu yang senantiasa menyesali diri (nafsul lawwamah) ataupun nafsu yang selalu mengajak kepada keburukan (nafsu ammarah bi suu’). Sebagai pengingat kami sampaikan ringkasan tiga kiat yang kita bahas pada edisi yang lalu yaitu;

Pertama: Senantiasa Berzikir/Mengingat Allah
Seorang hamba akan memiliki jiwa yang tenang tatkala ia selalu berusaha mengingat Allah, baik dalam keadaan bersama orang ataupun sendiri, dalam posisi duduk, berdiri, ataupun berbaring.

Kedua: Merasa Takut Akan Makar Allah
Ibadah khauf adalah ibadah hati. Rasa takut ini, yaitu khauf ibadah, muncul karena pengagungan terhadap Allah jalla jalaluhu. Apabila rasa takut ini telah bersemayam dalam hati seorang hamba, maka hamba itu akan berusaha untuk melakukan hal-hal yang diridhai-Nya serta menjauhkan diri dari melakukan hal-hal yang dilarang Allah.

Ketiga: Menghadirkan Perasaan Selalu Diawasi Allah
“Allah mengetahui pandangan mata khianat serta apa yang tersembunyi di dalam dada.” (QS. Ghafir : 19).
Pembaca yang berbahagia, adapun kiat selanjutnya adalah ;

Keempat: Mencintai Allah Dengan Murni
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya kecintaan yang paling berguna secara mutlak, cinta yang paling wajib, cinta paling tinggi dan paling mulia adalah mencintai sesuatu yang menjadikan hati tunduk mencintai-Nya; yaitu sesuatu yang menciptakan seluruh makhluk demi beribadah kepada-Nya. Dengan dasar cinta inilah langit dan bumi tegak. Di atas tujuan inilah seluruh makhluk diciptakan. Inilah rahasia kalimat syahadat la ilaha illallah. Karena makna ilah adalah sesuatu yang menjadi dipuja oleh hati dengan rasa cinta, pemuliaan, pengagungan, perendahan diri dan ketundukan. Sedangkan ketundukan dan peribadatan tidak boleh ditujukan kecuali kepada-Nya semata. Hakikat ibadah itu adalah kesempurnaan rasa cinta yang diiringi dengan ketundukan serta perendahan diri yang sempurna. Kesyirikan dalam hal ibadah jenis ini merupakan tindakan zalim yang paling zalim yang tidak akan diberikan ampun oleh Allah. Allah ta’ala dicintai karena kemuliaan diri-Nya sendiri yang sempurna dari seluruh sisi. Adapun selain Allah, maka ia dicintai apabila bersesuaian dengan kecintaan kepada-Nya.”
Beliau melanjutkan, “Kewajiban untuk mencintai Allah Yang Maha Suci ditunjukkan oleh seluruh kitab yang diturunkan, dibuktikan pula oleh dakwah semua Rasul-Nya dan juga fitrah yang telah dikaruniakan Allah kepada diri hamba-hamba-Nya, selaras dengan akal sehat yang diberikan kepada mereka, sesuai dengan hikmah penganugerahan nikmat kepada mereka. Karena sesungguhnya hati-hati manusia tercipta dalam keadaan mencintai sosok yang telah menganugerahkan kenikmatan dan berbuat baik kepadanya. Lantas bagaimana lagi rasa cinta terhadap sosok yang menjadi sumber segala kebaikan yang ada ? Segala macam nikmat yang ada pada makhluk-Nya maka itu semua berasal dari Allah ta’ala yang tidak ada sekutu bagi-Nya, sebagaimana ditegaskan oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya,
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ
“Dan nikmat apapun yang ada pada kalian maka semuanya berasal dari Allah. Kemudian apabila kalian tertimpa musibah maka kepada-Nya lah kalian memulangkan urusan.” (QS. An-Nahl: 53)
Nama-nama yang paling indah dan sifat-sifat maha tinggi yang diperkenalkan kepada hamba-hamba-Nya untuk menyingkap jati diri-Nya serta pengaruh-pengaruh yang timbul dari berbagai ciptaan-Nya maka itu semua merupakan bagian dari kesempurnaan, puncak kemuliaan dan keagungan-Nya.” (Ad-Daa’ wad Dawaa’, hal. 256)
Syaikhul Islam berkata, “…sesungguhnya apabila hati seseorang telah bisa merasakan manisnya penghambaan diri kepada Allah dan lezatnya mencintai-Nya maka tidak akan ada sesuatu yang lebih disukainya daripada hal itu sampai-sampai dia pun lebih mengedepankan cintanya kepada Allah di atas apa saja. Dengan sebab itulah orang-orang yang benar-benar ikhlas beramal karena Allah bisa terbebas dari perbuatan jelek dan keji, sebagaimana difirmankan Allah ta’ala,


“Demikianlah, Kami palingkan darinya (Nabi Yusuf) perbuatan yang jelek dan keji. Sesungguhnya dia adalah termasuk hamba Kami yang terpilih (ikhlas).” (QS. Yusuf: 24)
Kemudian beliau melanjutkan, “Karena sesungguhnya orang yang mukhlis lillaah bisa merasakan manisnya penghambaan dirinya kepada Allah sehingga bisa membentengi dirinya dari penghambaan kepada selain Allah. Demikian pula, dia telah merasakan manisnya cinta kepada Allah sehingga mampu membentenginya dari kecintaan kepada selain-Nya. Hal itu dikarenakan hati yang sehat dan selamat tidak akan bisa merasakan sesuatu yang lebih lezat, lebih menyenangkan, lebih menggembirakan dan lebih nikmat daripada manisnya iman yang menyimpan sikap penghambaan diri, kecintaan dan ketaatan menjalankan agama hanya kepada Allah. Dan itu semua menuntut ketertarikan hati yang begitu dalam kepada Allah. Sehingga hatinya akan menjadi senantiasa kembali taat dan mengingat Allah, merasa takut hukuman-Nya, berharap dan cemas karena-Nya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Allahta’ala dalam firman-Nya,
مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ
“Yaitu barang siapa yang merasa takut kepada Ar-Rahman dalam keadaan dia tidak melihat-Nya dan menghadap Allah dengan hati yang kembali taat.” (QS. Qaaf: 33)
Karena seorang pencinta tentu akan merasa khawatir apa yang dicarinya menjadi sirna atau apa yang ditakutkannya benar-benar terjadi. Oleh sebab itu tidaklah seseorang menjadi hamba Allah yang sejati kecuali dirinya berada dalam keadaan takut serta berharap-harap. Hal itu sebagaimana yang difirmankan Allah ta’ala,
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
“Sesembahan-sesembahan yang diseru selain Allah itu adalah justru beramal demi mencari kedekatan diri kepada Allah siapakah diantara mereka yang bisa menjadi paling dekat kepada-Nya, mereka mengharap rahmat-Nya dan khawatir tertimpa azab-Nya. Sesungguhnya azab Rabbmu harus ditakuti dan diwaspadai.” (QS. Al-Israa’: 57) …” (Al-‘Ubudiyah, hal. 108).

Kelima : Menghayati Keagungan Nama-Nama Dan Sifat-Sifat Allah
Ibnul Qayyim berkata, “Kelezatan sesuatu mengikuti rasa cinta terhadapnya. Kelezatan itu akan semakin menguat seiring dengan menguatnya rasa cinta dan akan melemah pula sering dengan melemahnya rasa cinta. Setiap kali keinginan dan kerinduan kepada sosok yang dicintai semakin menguat maka kelezatan yang dirasakan ketika menemuinya juga akan terasa semakin sempurna. Cinta dan kerinduannya kepada Allah itu tergantung pada ma’rifah dan ilmu yang dimilikinya. Setiap kali ilmunya tentang Allah bertambah sempurna maka kecintaan kepada-Nya pun semakin bertambah sempurna. Apabila kenikmatan yang sempurna di akhirat dan kelezatan yang tiada tara itu berporos pada ilmu dan kecintaan maka barang siapa yang lebih dalam keimanan dan pengetahuannya kepada Allah, kepada nama-nama dan sifat-sifat-Nya serta lebih dalam mengenal agama-Nya maka dia akan semakin mencintai Allah. Demikian juga kelezatan yang dirasakannya ketika bertemu, bercengkerama dengan-Nya, memandang wajah-Nya serta mendengarkan ucapan-Nya pun akan semakin bertambah sempurna berbanding lurus dengan ilmu dan kecintaannya kepada Allah. Dan segala macam kelezatan, kenikmatan, kegembiraan, kesenangan yang ada di dunia ini apabila dibandingkan dengan hal itu maka ia laksana setetes embun di tengah-tengah samudra. Maka bagaimana mungkin orang yang masih memiliki akal lebih mengutamakan suatu kelezatan yang sedikit dan amat terbatas bahkan tercampuri dengan berbagai dampak yang menyakitkan di atas kelezatan nan agung dan kekal abadi ? Tingkat kesempurnaan seorang hamba tergantung pada dua kekuatan ini : ilmu dan kecintaan. Ilmu yang paling utama adalah ilmu tentang Allah. Cinta tertinggi adalah cinta kepada-Nya. Sedangkan sempurnanya kelezatan yang akan dirasakan olehnya bergantung pada kuat-lemahnya dua hal itu, wallaahul musta’aan.” (Ad-Daa’ wad-Dawaa’, hal. 52).
Semoga Allah memasukkan kita ke dalam golongan hamba-hamba-Nya yang memiliki nafsul muthma’innah. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘al aalihi wa shahibihi wa sallam, walhamdulillahi rabbil ‘alamin.
(Tamat)

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi

COMMENTS

Nama

Agustus April Desember Februari Januari Juli Juni Maret Mei Nopember Oktober September
false
ltr
item
Bulletin Hidayah DSH: Menuju Kesucian Jiwa (2)
Menuju Kesucian Jiwa (2)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj7bZCu_Sd9aCrrqddiwvVbIUOfB89ZfFzLq_FhJ5w7bOPmA2Umlcyf-yrek9oO02aZA8RvndlTOGduSg8JPcOoxAcJznaPf6RSJ14fzNQYpOBwHcSa8aHd6YsXhSiV9Bp_FwwTIoOopXIE/s320/dalam-doa.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj7bZCu_Sd9aCrrqddiwvVbIUOfB89ZfFzLq_FhJ5w7bOPmA2Umlcyf-yrek9oO02aZA8RvndlTOGduSg8JPcOoxAcJznaPf6RSJ14fzNQYpOBwHcSa8aHd6YsXhSiV9Bp_FwwTIoOopXIE/s72-c/dalam-doa.jpg
Bulletin Hidayah DSH
http://bulletin.dsh.co.id/2016/03/menuju-kesucian-jiwa-2.html
http://bulletin.dsh.co.id/
http://bulletin.dsh.co.id/
http://bulletin.dsh.co.id/2016/03/menuju-kesucian-jiwa-2.html
true
2506769849330516097
UTF-8
Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago