Sesungguhnya lemah lembut tidaklah ada pada sesuatu kecuali akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatu kecuali akan memperkeruh...
Sesungguhnya lemah lembut tidaklah ada
pada sesuatu kecuali akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatu
kecuali akan memperkeruhnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits:
فَإِنَّ
الرِّفْقَ لَمْ يَكُنْ فِى شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ نُزِعَ مِنْ شَىْءٍ
قَطُّ إِلاَّ شَانَهُ
“Sesungguhnya
lemah lembut tidaklah ada pada sesuatu kecuali akan menghiasinya, dan tidaklah
dicabut dari sesuatu kecuali akan memperkeruhnya”(HR. Abu Dawud, sanad:
shahih).
Hadits ini
menjelaskan bahwa kelembutan akan menjadi penghias bagi sesuatu, sedangkan
hilangnya kelembutan membuat suatu perkara menjadi tidak lagi indah. Di antara
perkara yang membutuhkan kelembuatan adalah dakwah. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah contoh terbaik dalam berdakwah, beliaulah manusia yang
memiliki kelembutan kepada setiap orang yang didakwahinya. Hari ini banyak di
antara manusia yang menolak dakwah Islam, salah satu sebabnya adalah hilangnya
kelembutan dalam dakwah tersebut. Islam ibarat mutiara sedangkan kelembutan
adalah bak bungkusnya. Ketika bungkusnya tak lagi indah dan kotor, maka jangan
pernah berharap manusia mau membukanya. Membuka saja tidak, apalagi menerima
mutiara yang ada di dalamnya. Seseorang ketika berdakwah hendaknya
memperhatikan akhlak yang mulia ini, janganlah ia sampai gegabah dan bertindak
kasar dalam dakwahnya. Allah Ta’ala telah menjelaskan tiga
metode dasar dakwah yang salah satu diantaranya adalah dengan hikmah.
Allah Ta’ala berfirman:
ادْعُ
إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ
وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“serulah (manusia)
kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. An Nahl : 125).
Dakwah merupakan
amalan yang begitu mulia dan ia adalah jalan yang ditempuh oleh para Nabi dan
Rasul. Inilah jalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman
yang artinya: “Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan
orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang
nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”
(QS.Yusuf : 108)
Jangan sampai dakwah
yang mulia ini dikotori dengan kekerasan, ketergesa-gesaan yang akan berakibat
penolakan atas sebuah kebenaran yang disampaikan.
Teguran untuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mendapatkan teguran dari Allah Ta’ala ketika suatu
hari beliau sedang berbicara dengan beberapa pembesar Quraisy dan beliau
berharap mereka mau memeluk Islam. Ketika beliau tengah-tengah berbicara,
tiba-tiba datanglah seorang buta yaitu Abdullah Ibnu Ummi Maktum. Maka Abdullah
Ibnu Ummi Maktum bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengenai sesuatu dan mendesak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun,
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabaikan Abdullah Ibnu Ummi Maktum
seraya bermuka masam dan tetap berbicara dengan pembesar Quraisy. Kemudian,
turunlah firman Allah Ta’ala:
عَبَسَ
وَتَوَلَّى (1) وَمَا أَنْ جَاءَهُ الْأَعْمَى(2) يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّى(3
“Dia (Muhammad)
bermuka masam dan berpaling. Karena telah datang seorang buta kepadanya.
Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa)” (QS.
‘Abasa : 1-3).
Imam Al Baidhowi
rahimahullah menjelaskan tentang ayat ini bahwa penyebutan “seorang buta”
sebagai pemberitahuan untuk memberikan udzur kepadanya yang datang dan memotong
pembicaraan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan para pembesar
tersebut. Selain itu juga sebagai petunjuk bahwa orang buta itu lebih berhak
untuk disikapi dengan lemah lembut serta sebagai pengingkaran kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, seakan-akan Allah berkata: “ Dia (bermuka masam)
dan berpaling dikarenakan orang buta tersebut”1.
Dalil di atas
memberikan pembelajaran yang besar bagi kita bahwa kelembutan dan tidak
bersikap memilih-milih kepada manusia merupakan akhlak yang begitu penting
dalam dakwah. Boleh jadi seseorang yang memiliki kekurangan dan terkesan
diremehkan, Allah kehendaki untuk mendapatkan hidayah, berbeda dengan mereka
yang memilki kedudukan di dunia.
Belajar dari Kelembutan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Banyak hal dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dapat menjadi
contoh bagaimana lembutnya beliau dalam berdakwah. Di antaranya adalah kisah
seorang Arab Badui, yang datang dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu:
أَنَّ
أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَتَنَاوَلَهُ
النَّاسُ فَقَالَ لَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهُ
وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ
فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ
“bahwa Abu
Hurairah berkata, “Seorang ‘Arab badui berdiri dan kencing di masjid, lalu
orang-orang ingin mengusirnya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
bersabda kepada mereka: “Biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan
setimba air, atau dengan seember air, sesungguhnya kalian diutus untuk memberi
kemudahan dan tidak diutus untuk membuat kesulitan” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Lihatlah kelembutan
beliau, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap membiarkan
Arab Badui tersebut menyelesaikan hajatnya, kemudian barulah beliau menyuruh
para sahabatradhiyallahu ‘anhum untuk membersihkan bekas air
kencingnya. Kelembutan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini
bukan tanpa alasan, jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membiarkan
orang-orang mengusirnya maka bisa jadi air kencing akan lebih banyak menyebar
di lanatai masjid dan Nabi memberikan uzur kepada Arab Badui tadi dikarenakan
ketidak tahuannya. Selain itu, agama ini datang dengan berbagai kemudahan bukan
kesulitan.
Contoh lain dari
sikap lembutnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
berdakwah adalah menempatkan manusia sesuai kedudukannya, memberikan gelar atau
julukan yang sesuai, ini sangatlah diperhatikan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menulis
surat kepada Heraklius (Raja Romawi) beliau mengatakan” kepada Heraklius
pembesar negeri Rum”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
memberikan julukan kepada tokoh munafik yaitu Abdullah Bin Ubai bin Salul
dengan kunyah Abul Habbab”2. Inilah kelembutan dakwah Islam
yang langsung dipraktekkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
sebagai contoh bagi umatnya.
Dua contoh di atas
telah menjadi bukti bahwa kesuksesan dakwah dapat diperoleh dengan kelemah
lembutan kepada objek dakwah. Kelembutan tidak akan menimbulkan permusuhan
antara yang mendakwahkan dan yang didakwahkan. Permusuhan antara seseorang
dengan musuhnya, akan berakibat orang tersebut tidak mau mengikuti kebenaran
seperti musuhnya. Manusia apabila berselisih, maka dia akan selalu merasa
berada di pihak yang benar dan lawannya berada di pihak yang salah. Padahal
tidak mustahil bahwa di samping ada kesalahan pada musuhnya dia juga memiliki
kebenaran.
Selain itu kelembutan
dalam berdakwah amat diperlukan dikarenakan tabiat manusia tidak ada yang
pernah senang dan menginginkan kekerasan. Bahkan orang yang berdakwah dengan
cara yang kasar, gegabah juga tak ingin jika diperlakukan dengan perilaku yang
tidak menyenangkan. Maka hendaknya seseorang mendakwahi saudaranya dengan penuh
kelembutan sebagaimana dirinya senang diperlakukan dengan lembut.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَلْيَأْتِ
إِلَى النَّاسِ الَّذِيْ يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيهِ
“Hendaknya ia
memberi kepada orang lain apa yang ia suka untuk diberikan padanya” (HR.
Muslim).
Praktek dari hadits
ini, jika seseorang ingin berdakwah maka sepatutnya ia membayangkan bahwa
dirinyalah yang akan menjadi objek dakwah. Tentunya ia akan senang jika
mendapatkan nasihat dengan cara yang santun dan penuh kelembutan. Jika demikian
maka berdakwalah dengan lembut.
Selain itu pula kondisi
masyarakat kita banyak mengedepankan perasaan dibanding ilmu dan dalil. Maka
ketika kondisi seperti ini, kelemah lembutan menjadi senjata ampuh dalam
berdakwah agar apa yang disampaikan memberikan pengaruh kepada manusia. Syaikh
Abdul Aziz bin Baz rahimahullah mengatakan: “Zaman ini
adalah zaman lemah lembut, kesabaran dan hikmah, bukan masanya kekerasan, sebab
kebanyakan manusia berada dalam kebodohan, dalam kelalaian, lebih banyak
mengedepankan urusan dunia, maka diharuskan untuk banyak bersabar dan lemah
lembut sehingga dakwah bisa tersebar dan sampai kepada manusia dan mereka
menjadi mengerti, mudah-mudahan Allah memberikan hidayah-Nya kepada semua”
Dari pemaparan
singkat ini, tak diragukan lagi bahwa kelembutan menjadikan dakwah Islam lebih
mudah diterima. Ketika kelembutan telah menghiasi dakwah, maka dakwah Islam
akan memberikan pengaruh pada hati-hati kaum muslimin dan menghasilkan
perubahan yang besar di masyarakat. Sungguh kelembutan tampak begitu remeh,
namun pengaruhnya begitu besar.
Wallahu a’lam bish
shawwab. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa shahbihi
ajma’iin.
Sakan Thalabah STAI
Ali bin Abi Thalib
14 Januari 2015
14 Januari 2015
***
Penulis: Noviyardi
Amarullah Tarmizi