Pembaca bulletin Hidayah yang dirahmati Allah… Sering kita jumpai banyak orang pada zaman sekarang lebih mengedepankan penampilan indah p...
Pembaca bulletin
Hidayah yang dirahmati Allah… Sering kita jumpai banyak orang pada zaman
sekarang lebih mengedepankan penampilan indah pada penampilan luarnya,
tubuhnya, pakaiannya, mobilnya, rumahnya dan sebagainya, namun mereka melalaikan
keindahan penampilan hati dan bathinnya padahal keindahan hati jauh lebih
penting, karena itulah tolok ukur kemuliaan di sisi Allah:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ
Sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa di antara
kalian. (QS al-Hujurāt [49]: 13)
Dan dalam sebuah
hadits riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah a\, Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallambersabda:
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah
tidak melihat kepada bentuk kalian, tubuh atau harta kalian, tetapi Allah akan
melihat kepada hati dan amal kalian.”
Oleh karenanya,
hendaknya kita lebih memperhatikan kesucian hati kita, di samping memperhatikan
pula kesucian badan, pakaian, atau lingkungan kita.
Tazkiyatun nufus dalam arti menyucikan jiwa dari noda-noda dan dosa dengan ketaatan
dan keimanan adalah perkara yang sangat penting sekali, bahkan merupakan salah
satu tugas inti dari dakwah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah
mengemban tazkiyatun nufus. Allah berfirman:
هُوَ ٱلَّذِى بَعَثَ فِى ٱلْأُمِّيِّۦنَ رَسُولًۭا مِّنْهُمْ يَتْلُوا۟ عَلَيْهِمْ ءَايَـٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلْكِتَـٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا۟ مِن قَبْلُ لَفِى ضَلَـٰلٍۢ مُّبِينٍۢ .
“Dialah yang mengutus
kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan
ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka, dan mengajari mereka Kitab dan
Hikmah (as-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam
kesesatan yang nyata.” (QS al-Jumu’ah [62]:
2)
Juga, tazkiyatun
nufus adalah kunci kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan akhirat.
Allah berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّىٰهَا ٩ وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا
“Sesungguhnya
beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang
yang mengotorinya.” (QS asy-Syams [91]:
9–10)
Perlu diketahui bahwa tazkiyatun
nufus memiliki dua tingkatan:
Tingkatan
Pertama: Menyucikan hati dengan melakukan amalan yang disyari’atkan
Dia selalu mengoreksi
dan mengontrol keimanannya, berusaha selalu meningkatkan imannya dan menjauhi
segala virus yang dapat menggerogoti imannya.
إِنَّ الإِيمَانَ لَيَخْلَقُ فِي جَوْفِ أَحَدِكُمْ كَمَا يَخْلَقُ الثَّوْبُ الْخَلِقُ ، فَاسْأَلُوا اللَّهَ أَنْ يُجَدِّدَ الإِيمَانَ فِي قُلُوبِكُم
“Sesungguhnya iman
dalam hati itu bisa luntur/usang sebagaimana usangnya pakaian, maka
perbaharuilah keimanan kalian.”[1]
Dan sebagaimana
dimaklumi bersama bahwa iman itu mencakup keyakinan, ucapan, dan perbuatan.
- Keyakinan. Dia mewujudkan amalan-amalan hati berupa cinta, berharap,
takut, tawakal, ikhlas, pengagungan kepada Allah dan Nabi-Nya, serta
amalan-amalan hati lainnya.
- Perbuatan. Dia membersihkan hatinya dengan ketaatan kepada Allah berupa
amalan-amalan badan seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan amalan-amalan
lainnya.
- Ucapan. Dia membersihkan hatinya dengan amalan-amalan lisan seperti
membaca al-Qur‘an, dzikir, amar makruf nahi mungkar, dan sebagainya.
Tingkatan
Kedua: Menyucikan hati dengan meninggalkan larangan Allah
Dia meninggalkan
seluruh maksiat dan dosa dengan berbagai modelnya dan tingkatannya, sebab dosa
itu sangat meracuni hati dan merusaknya. Bukankah semua kerusakan di muka bumi
ini serta segala kerusakan dalam ekonomi, politik, sosial melainkan karena
akibat dosa?!!
رَأَيْتُ الذُّنُوبَ تُمِيتُ الْقُلُوبَ … وَيُتْبِعُهَا الذُّلَّ إِدْمَانُهَا
وَتَرْكُ الذُّنُوبِ حَيَاةُ الْقُلُوبِ … وَالْخَيْرُ لِلنَّفْسِ عِصْيَانهَا
Aku mendapati dosa itu mematikan hati
Dan terus-menerus dalam dosa menjadikan hina
Meninggalkan dosa adalah hidupnya hati
Namun jiwa ingin selalu berdosa. (al-Mujalasah wa Jawahirul Ilmi 2/30)
Pembaca bulletin yang
berbahagia..
Namun, perlu diketahui
bahwa metode tazkiyatun nufus yang benar adalah apa yang sesuai dengan ajaran
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Hal ini kami tekankan,
karena akhir-akhir ini banyak bermunculan metode-metode baru untuk penyucian
jiwa dan hati sehingga terkadang muncul suatu komentar: “Salaf itu bagus dalam
masalah aqidahnya, tapi dalam masalah tazkiyah saya lebih memilih model
dzikirnya fulan(!),khuruj dan mudzakarahnya jama’ah
fulan(!), mabit dan muhasabahnya harakah
fulan(!).”
Aduhai, apakah Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya tidak mengajarkan metode tazkiyatun
nufus?! Mengapa mereka tidak merasa cukup dengan metode yang diajarkan Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya, bahkan menginginkan
metode-metode selainnya?!! Semoga Allah merahmati Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
tatkala mengatakan:
“Sesungguhnya Allah
mengutus para rasul untuk mengemban tazkiyah (penyucian) dan
pengobatan hati umat. Dan penyucian jiwa lebih berat daripada pengobatan badan.
Barangsiapa menyucikan dirinya dengan riyadhah, mujahadah, khulwah[2]
yang tidak dicontohkan oleh para rasul, maka perumpamaannya seperti pasien yang
mengobati penyakitnya dengan caranya sendiri. Akankah hal ini sama dengan cara
para dokter?! Sesungguhnya para rasul adalah dokter hati. Jadi, tidak ada
cara/metode untuk penyucian jiwa kecuali dari cara yang diajarkan rasul.” (Madarij Salikin 2/315)
Lantas bagaimana
kiat-kiat untuk meraih kesucian dan kebeningan hati?! Ada beberapa kiat jitu
untuk meraihnya yang seandainya kita melaksankannya maka kita akan segera
meraihnya dengan izin Allah. Di antaranya:
1. Do’a dan
memohon kepada Allah
Sekalipun hamba
memiliki peran dalam penyucian hatinya, perlu dia sadari bahwa yang memberikan
taufiq kesucian dan kebeningan hati hanyalah Allah semata. Oleh karenanya,
Allah berfirman:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَـٰنِ ۚ وَمَن يَتَّبِعْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَـٰنِ فَإِنَّهُۥ يَأْمُرُ بِٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۚ وَلَوْلَا فَضْلُ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُۥ مَا زَكَىٰ مِنكُم مِّنْ أَحَدٍ أَبَدًۭا وَلَـٰكِنَّ ٱللَّهَ يُزَكِّى مَن يَشَآءُ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌۭ
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa yang
mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh
mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena
kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun
dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu)
selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS an-Nūr
[24]: 21)
Maka seorang hamba,
dalam setiap detiknya selalu membutuhkan pertolongan Allah dan memohon
kepada-Nya agar Allah menganugerahkan kepadanya kebeningan hati. Oleh karena
itulah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan kepada
kita untuk berdo’a:
اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِى تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا
“Ya Allah, berikanlah
kepada jiwaku ketaqwaan dan sucikanlah jiwa karena Engkau adalah sebaik-baik
Dzat yang menyucikannya.” (HR Muslim: 2722)
Karena itu pula, kita
disyari’atkan ketika mendengar panggilan shalat yang merupakan salah satu
amalan penting dalam penyucian jiwa, ketika muadzin mengatakan: “Hayya ’alash
shalah” dan “Hayya ’alal falah” (Ayo kita shalat, ayo kita menuju
keberuntungan), maka kita menjawab: “La haula wala quwwata illa billahi” (Tiada
daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah).
2. Berilmu
Ilmu adalah kunci yang
pas untuk meraih kesucian hati. Sebab kesucian hati itu diraih dengan
melaksanakan ketaatan serta menjauhi larangan secara ikhlas dan sesuai dengan
tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan hal itu
tidak mungkin terwujudkan kecuali dengan ilmu. Oleh karenanya, Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِيْ اْلدِّيْنِ
“Barangsiapa yang
Allah kehendaki kebaikan, maka Allah akan pahamkan ia dalam agama-Nya.”
Maka Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam menjadikan ilmu agama sebagai faktor semua kebaikan,
karena dengan ilmu dia mampu beribadah kepada Allah secara benar.
3.
Melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya
Jika ilmu adalah kunci
meraih kesucian jiwa, maka yang lebih utama daripada itu adalah mengamalkan
ilmu. Apalah artinya jika kita belajar, ikut ta’lim, dan menuntut ilmu jika
kita tidak mengamalkannya. Ibnul Qayyim v\ berkata:
كُلُّ عِلْمٍ وَعَمَلٍ لاَ يَزِيْدُ الإِيمَانَ واليَقِيْنَ قُوَّةً فَمَدْخُوْلٌ، وَكُلُّ إِيمَانٍ لاَ يَبْعَثُ عَلَى الْعَمَلِ فَمَدْخُوْلٌ
“Setiap ilmu dan amal
yang tidak menambah kekuatan dalam keimanan dan keyakinan maka telah termasuki
(terkontaminasi), dan setiap iman yang tidak mendorong untuk beramal maka telah
termasuki (tercoreng).” Jika kita
melaksanakan perintah-perintah Allah seperti shalat, puasa, zakat, haji,
membaca al-Qur‘an maka di situlah hati akan suci dan bahagia. Sebaliknya, jika
kita menerjang larangan-larangan Allah, maka hati ini akan sempit dan
terombang-ambing dalam kegalauan.
4. Selalu
muhasabah (introspeksi)
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌۭ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۢ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang
beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa
yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertaqwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Hasyr [59]: 18)
Seorang mukmin akan
selalu mengoreksi dan mengevaluasi amalannya. Dia akan berusaha untuk tidak
terjerumus ke dalam dosa dengan menjauhi segala sarana yang dapat merayunya
seperti fitnah dunia, wanita, dan teman yang jelek. Dan jika dia telah terjatuh
ke dalam dosa, maka dia segera bertaubat dan selalu istighfar kepada Allah
dengan tekad yang bulat untuk tidak mengulangi dosanya lagi.
(Abu Ubaidah Yusuf bin
Mukhtar Assidawi)